Oleh: Mar’atul Mufarrihah
Staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI
Pemilik pandangan politik dengan julukan “intelektual organik,” Dr. Ernst Utrecht, adalah pakar hukum yang mencetuskan kesadaran hukum yang ada di dalam masyarakat khususnya dalam dunia akademis maupun politik. Dr. Ernst Utrecht merupakan salah satu pakar hukum terkemuka dalam dinamika perkembangan hukum di Indonesia. Di bidang akademis, beliau memiliki sejumlah karya fenomenal seperti karyanya yang berjudul “Pengantar Hukum dalam Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 1957. Karya tulis Dr. Utrecht kerap kali menunjukkan gaya dan ciri khas yang menarik, yaitu terdapat penyisipan kata berbahasa Belanda yang kental, lengkap dengan pembahasan permasalahan secara terperinci. Hal ini membuat karya-karya tulis beliau hingga kini masih eksis digunakan oleh kalangan mahasiswa maupun dosen di fakultas hukum seluruh Indonesia. Bentuk karya-karya beliau berupa buku-buku hukum hingga tulisan-tulisan ilmiah.
Dalam permulaan perjalanan akademisnya, Dr. Ernst Utrecht tidak serta merta langsung terjun di dunia hukum. Lahir di Kota Surabaya pada 30 Oktober 1922, beliau pernah mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Technische Hoogeschool te Bandoeng yang kini erat dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung (ITB). Bagi beliau, perjalanan pendidikannya ini bukanlah hal yang mudah karena ditengah perjalanan akademis dan karirnya, beliau terhalang oleh adanya Perang Dunia II (PD-II). Namun, hal tersebut tidak menyurutkan langkah Dr. Ernst Utrecht untuk melanjutkan pendidikan. Pasca keadaan stabil pun beliau tetap kembali menempuh perjalanan akademisnya dalam bidang hukum dan Indologie di Universitas Leiden di Negeri Kincir Angin, Belanda. Menariknya, pada tahun 1952 beliau memutuskan untuk naturalisasi menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) bersama dengan istri dan anaknya yaitu Elien Utrecht dan Atrien Utrecht.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Dr. Utrecht dinaturalisasi dan menjadi WNI pada tahun 1952. Pasca sah menjadi WNI, beliau memilih untuk menjadi pengajar di bidang hukum dan administrasi di Kursus Bagian C Kementerian Dalam Negeri di Malang. Tidak berhenti sampai disitu, beliau akhirnya juga menjadi pengajar hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) pada tahun 1954. Dua tahun kemudian Dr. Utrecht memilih untuk keluar dari statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan memutuskan untuk menjadi pengacara di Jakarta. Meskipun demikian, profesi mengajar tetap beliau jalankan. Bahkan, Dr. Utrecht juga diminta mengajar di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin untuk menggantikan Mr. Dormeyer yang kembali ke Belanda karena kurangnya jumlah tenaga pengajar pada saat itu. Dr. Utrecht juga sibuk mengisi jadwal mengajar di kota lain. Di waktu yang berdekatan, beliau juga mendirikan sebuah universitas di kota Ambon dan juga Yayasan Perguruan Tinggi Maluku yang menjadi cikal bakal Universitas Pattimura dan sebuah universitas di Cirebon yaitu Universitas Sunan Gunung Jati.
Dibandingkan memilih menjadi dosen tetap di Universitas Indonesia, beliau memilih untuk pindah ke Bandung pada tahun 1957 untuk mengajar di Universitas Padjadjaran. Selama waktu itulah ia aktif mengajar di berbagai kota seperti Makassar, Ambon, dan Jember. Selain mengajar hukum administrasi negara, beliau di perguruan tinggi lain juga mengajar hukum pidana dan menulis buku hukum pidana yang hingga kini menjadi buku wajib di beberapa fakultas hukum di Indonesia. Pada tahun 1954 sampai dengan tahun 1956, beliau menjadi dosen tamu di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan yang pada saat itu merupakan cabang dari Universitas Indonesia.
Dalam rentang tahun 1956 hingga 1958, Dr. Utrecht menjadi dosen kepala Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang sudah resmi terbentuk. Disisi lain, beliau juga aktif sebagai seorang politikus anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) dan duduk menjadi bagian dari DPR dan Konstituante. Jabatan tertinggi Dr. Utrecht adalah sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Hukum Universitas Baperki (yang kini dikenal dengan nama Universitas Trisakti) pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1962, beliau juga meraih gelar doktor untuk studi banding mengenai penerapan hukum internasional di Bali dan Lombok. Selain sejarah pencapaian beliau di atas, Dr. Utrecht juga pernah menjadi dosen sekaligus sekretaris Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (saat itu bernama Universitas Tawang Alun yang menjadi Universitas Filial (jarak jauh) dari Universitas Brawijaya) pada dekade 1960-an.
Berjalan seiringan dengan pencapaian beliau di bidang akademiknya, Dr. Utrecht juga menyumbang banyak pandangan hukum yang cukup berpengaruh bagi perkembangan hukum saat ini. Salah satu pandangannya disampaikan oleh beliau dalam kuliah umum yang diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Hasanudin pada 3 Maret 1956. Pada kuliah umum tersebut Dr. Utrecht mengkritik penggunaan asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUH Pidana untuk semua jenis tindak pidana. Baginya, asas ini berasal dari puncak keemasan paham yang mengagungkan sifat individualistis. Asas ini bisa dengan kuat menghukum pelaku kejahatan terhadap aset personal. Sebaliknya, asas ini kurang melindungi kepentingan kolektif dan menjadi halangan bagi hakim pidana menghukum seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang walaupun tidak ‘strafbaar’ tetapi masih juga ‘strafwaardig’.
Menurut pandangan Dr. Utrecht, asas nullum delictum cenderung meniadakan berlakunya hukum adat. Oleh sebab itu, dalam asas ini, hanya tindak pidana yang disebut dalam undang-undang (tertulis) yang bisa dihukum. Hakim tak bisa menghukum seseorang berdasarkan hukum tidak tertulis kalau semata merujuk pasal 1 ayat (1) KUH Pidana. Dr. Utrecht berpandangan bahwa “pengakuan berlakunya suatu hukum pidana yang tidak tertulis seperti dalam hukum adat bukanlah berarti suatu kemunduran.”
Dalam hukum pidana Dr. Utrecht memiliki logika hukum yang sangat menarik untuk dipahami, seperti halnya dalam beberapa kutipan kalimat yang disampaikan dalam Studium Generale 56 tahun lalu bahwa “pengakuan berlakunya suatu hukum pidana yang tidak tertulis seperti dalam hukum adat bukanlah berarti suatu kemunduran,”ini menegaskan bahwa pengakuan eksistensi dari hukum adat merupakan sebuah hal yang penting dan harus selalu dijaga.
Meskipun hukum adat bukan merupakan bagian dari hukum yang tertulis, hukum adat tetap menjadi bagian dari hukum asli masyarakat Indonesia yang kemudian tumbuh lalu berkembang dalam setiap ruh maupun elemen kehidupan masyarakat indonesia. Begitu pula dalam hal pembentukannya. Hukum adat tidak secara resmi dibentuk oleh lembaga-lembaga pembentuk peraturan hukum melainkan dibentuk menurut prosedur yang formal yang lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat tersebut.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama di era reformasi, banyak terjadi perkembangan dan perubahan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dr. Utrecht bahwa “suatu politik hukum tidak hanya dijalankan pembuat undang-undang saja, juga hakim sering menjalankan politik hukum, yaitu dalam hal ia harus menafsirkan (interpreteren) atau menambah undang-undang.” Berdasarkan fakta yang terjadi di era reformasi hukum saat ini, logika berpikir yang dibangun oleh Dr. Utrecht 56 tahun yang lalu ini benar adanya dikarenakan ada hal-hal yang mungkin tidak terpikirkan sebelumnya oleh para pembuat undang-undang di masa sekarang. Disisi lain dikarenakan oleh munculnya banyak permasalahan yang kompleks di dalam masyarakat sehingga sangat penting dan dibutuhkan adanya interpretasi oleh para Hakim agar tercipta kepastian hukum seperti yang diinginkan oleh para pembuat undang-undang dan masyarakat indonesia.
Dr. Utrecht memiliki sejumlah karya-karya terbaik dalam bidang hukum dan ketatanegaraan Indonesia yang hingga kini masih tetap eksis dikalangan mahasiswa maupun dosen di Fakultas Hukum di seluruh Indonesia. Karya-karya terbaiknya tertuang dalam sebuah tulisan yang kemudian dikemas dalam bentuk buku dengan jumlah halaman yang beragam dan muatan materi yang komprehensif. Hal tersebut dapat dilihat dari buku yang ditulis oleh beliau di tahun 1957 dengan judul Pengantar dalam Hukum Indonesia. Buku tersebut merupakan sebuah buku berisikan materi yang menjadi jembatan awal sebagai pengantar bagi para Mahasiswa di bangku perkuliahan di Fakultas Hukum sekaligus menjadi dasar bagi materi selanjutnya.
Pada tahun 1958, beliau kembali menulis buku berjudul Hukum Pidana I yang memberikan sudut pandang hukum pidana yang sangat menarik untuk dipelajari karena adanya kandungan materi yang dikemas dengan apik antara bahasa Indonesia dan Belanda. Di tahun-tahun berikutnya beliau tetap menunjukkan eksistensinya dalam bidang menulis melalui karya-karyanya yang berjudul Hukum Pidana II, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, The military and the 1977 election, The social and cultural impact of the activities of transnational corporations in Southeast Asia, Ambon. Kolonisatie, dekolonisatie en neo-kolonisatie. Opgetekend door F. Jaspers dan berbagai karangan buku lainnya yang berjumlah sangat banyak.
Hal menarik lainnya dari Dr. Utrecht adalah penuangan pemikiran hebat dan kritisnya melalui tulisan-tulisan ilmiah yang diciptakan oleh beliau yang menjadi sangat berjasa dalam perkembangan hukum di Indonesia. Salah satunya seperti buku yang ditulis pada tahun 1952 dengan judul Staatkundige hervormingen in de Goudkust van Afrika, Class struggle and politics in Java, dan buku-buku lainnya pada tahun berikutnya yang berjudul The Indonesian army as an instrument of repression, American Sociologists on Indonesia 1973, The Separatist Movement in the Southern Philippines (1975), Insoluble agricultural problems : Impediments to agricultural development in Indonesia, the Philippines and Malaysia (1975), Political mobilisations of peasants in Indonesia (1976).
Logika berpikir yang banyak dikemukakan oleh Dr. Utrecht begitu pula dengan karya-karya yang telah dituliskan oleh beliau memiliki kebermanfaatan yang sangat besar dan signifikan terhadap Reformasi Hukum di Indonesia. Dengan lahirnya buku-buku yang berlatar belakang hukum ini memberikan banyak pengetahuan dan dijadikan pula sebagai buku-buku pedoman dan buku wajib dalam menjalani perkuliahan bagi para Mahasiswa maupun para Pengajar di Fakultas Hukum di Indonesia, juga disisi lain karya-karya beliau maupun berbagai konsep logika berpikirnya digunakan pula dalam mengembangkan konsep ketatanegaraan yang berlandaskan hukum, sehingga di era saat ini terjadi semakin banyak kebaruan terhadap hukum baik di ranah akademis maupun kenegaraan.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Utrecht, Ernst. The military and the 1977 election. Queensland: James Cook University of North Queensland, 1980.
Utrecht, Elien. Melintasi dua zaman : kenangan tentang Indonesia sebelum dan sesudah Kemerdekaan. Depok, Indonesia: Komunitas Bambu, 2006.
JURNAL
M. Manullang, E. Fernando.“The Purpose of Law, Pancasila and Legality According to Ernst Utrecht: A Critical Reflection.”. Indonesia Law Review 2, 2015.
INTERNET
Adminuniv. “Penggolongan Hukum di Indonesia.” https://fahum.umsu.ac.id/penggolongan-hukum-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 23 April 2023.
Ensiklopedia Dunia. ’’Ernst Utrecht”. https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Ernst_Utrecht. Diakses pada tanggal 29 Maret 2023.
Hukum Online. “Studium Generale Mr. Utrecht di Unhas”. https://www.hukumonline.com/berita/a/istudium-generale-i-mr-utrecht-di-unhas-lt4f66e9aef0793?page=all. Diakses pada tanggal 29 Maret 2023.