Oleh Hani Nur Azizah (Staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI 2018)

 

Tidak sedikit dari kita merupakan pengendara kendaraan bermotor, baik itu roda dua, roda empat maupun jenis kendaraan bermotor lainnya. Di tengah aktivitas dalam menempuh perjalanan menggunakan kendaraan, tidak jarang kita sebagai pengendara dibuat kesal karena dihadapkan oleh kondisi jalan yang memiliki sejumlah polisi tidur yang tampak saru, pecah, dan berpotensi merusak kendaraan ataupun menyebabkan kecelakaan. Kondisi polisi tidur yang demikian banyak ditemui di pemukiman penduduk, kompleks, atau pun jalan kecil (gang). Biasanya polisi tidur tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar dengan tujuan agar pengendara lebih berhati-hati dan mengurangi kecepatannya dalam berkendara demi menjaga keamanan warga, terutama anak-anak kecil yang tak jarang bermain dan berlalu-lalang di tengah jalan pemukiman. Walaupun pembuatan polisi tidur tersebut dilakukan dengan itikad baik, sebenarnya pembuatan polisi tidur itu tidak dapat dilakukan sembarangan karena terdapat undang-undang yang telah mengaturnya.

Aturan mengenai polisi tidur atau menurut bahasa resminya “tanggul pengaman jalan” itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 25 ayat (1) UU tersebut, dinyatakan bahwa lalu lintas umum wajib dilengkapi oleh alat perlengkapan serta alat pengawasan dan pengamanan jalan, dimana polisi tidur merupakan salah satu di antaranya.[i] Selanjutnya, menurut Pasal 27 ayat (2), pemasangan perlengakapan jalan diatur oleh peraturan daerah dari masing-masing provinsi, kota, atau kabupaten.[ii] Dengan demikian, dapat diketahui bahwa keberadaan polisi tidur itu dijamin oleh undang-undang. Namun kemudian yang menjadi persoalan adalah mengenai banyaknya polisi tidur yang dibangun berdekatan dan tidak memiliki bentuk ideal yang justru dapat membahayakan pengendara kendaraan bermotor. Oleh karena itu, timbul pertanyaan mengenai bagaimana pembangunan polisi tidur yang sesuai prosedur itu?

Sebelumnya, harus diketahui terlebih dahulu bahwa tidak semua orang dapat membangun polisi tidur.  Dalam Pasal 53 huruf b Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai dan Danau serta Penyeberangan di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, disebutkan bahwa setiap orang tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan dilarang membuat atau memasang tanggul pengaman jalan dan pita penggaduh (speed trap).[iii] Berdasarkan kententuan tersebut, dapat dipahami bahwa hanya pihak-pihak yang memiliki izin sajalah yang dapat membangun polisi tidur. Untuk itu, pihak yang ingin membangun polisi tidur harus mengajukan perizinan kepada Kepala Dinas Perhubungan.

Selanjutnya, apabila seseorang atau pihak tertentu telah mengantongi izin dari Kepala Dinas Perhubungan, apakah itu telah cukup? Ternyata tidak, karena dalam Keputusan Menteri Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan Pasal 6 ayat (1) s.d. (3) disebutkan bahwa: [iv]

(1) Bentuk penampang melintang alat pembatas kecepatan menyerupai trapesium dan bagian yang menonjol di atas badan jalan maksimum 12 cm;

(2) Penampang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kedua sisi miringnya mempunyai kelandaian yang sama maksimun 15%; dan

(3) Lebar mendatar bagian atas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), proporsional dengan bagian menonjol di atas badan jalan dan minimum 15 cm.

Dari pasal tersebut, dapat dilihat bahwa pembangunan polisi tidur tidak dapat dilakukan sekehendak hati saja. Seseorang tidak dapat membangun sebuah polisi tidur yang kemiringannya tajam hanya untuk mengahalau kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi demi keamanan warga karena kriteria pembangunan polisi tidur telah diatur secara rinci oleh Menteri Perhubungan.

Perizinan dan kriteria pembangunan polisi tidur telah diatur sedemikian rupa oleh undang-undang, peraturan menteri, maupun peraturan daerah. Bagi mereka yang melanggar ketentuan tersebut, ada konsekuensi yang harus ditanggung yang dapat berupa sanksi pidana. Sanksi tersebut disebutkan dalam Pasal 274 dan 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan.

 

Pasal 274

(1) Melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah);

(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).

 

Pasal 275

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

(2) Setiap orang yang merusak Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan sehingga tidak berfungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).[v]

 

Untuk itu, sebagai masyarakat, kita wajib mematuhi aturan yang berlaku. Selain agar kita terhindar dari ancaman sanksi pidana yang telah disebutkan di atas, dapat juga sebagai dukungan dan kontribusi kita dalam menciptakan kondisi lalu lintas yang aman.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa pemerintah melalui instrumen hukum telah secara detail mengatur segala ketentuan mengenai polisi tidur, baik soal perizinan maupun kriteria konstruksi polisi tidur. Hal demikian dilakukan untuk keselamatan bersama, baik itu pengendara maupun warga atau orang yang sedang beraktivitas di sekitar jalan tersebut. Berdasarkan data Korlantas Polri, kecelakaan yang disebabkan oleh polisi tidur sepanjang tahun 2016, yaitu sebesar 105.739 kejadian, sedangkan sepanjang bulan Januari – Maret terjadi 49.734 kejadian.[vi] Dari dua fakta tersebut dapat kita kaitkan bahwa tidak sedikit jumlah polisi tidur yang dibangun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga menyebabkan tingginya tingkat kecelakaan yang disebabkan oleh polisi tidur.

Setelah kita mengetahui ketentuan-ketentuan yang mengatur polisi tidur dan efek yang ditimbulkan dengan keberadaanya, sebaiknya kita mampu bersikap lebih arif dalam menyikapinya. Sebagai pengendara, apabila kita menemui sejumlah polisi tidur yang memiliki konstruksi yang menyimpang dari prosedur sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan, kita dapat melaporkan hal tersebut kepada Dinas Perhubungan. Selanjutnya, sebagai masyarakat yang menjadi bagian dari penghuni di sekitar jalan, kita harus berkontribusi secara aktif dalam pembangunan polisi tidur, baik itu turut mengajukan perizinan pembangunan polisi tidur yang dirasa perlu ataupun membantu membangun atau memantau polisi tidur yang dibuat agar sesuai dengan kriteria konstruksi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, sebagai masyarakat yang taat hukum, kita telah membantu pemerintah dalam penyuksesan penciptaan kondisi lalu lintas yang dapat menjamin keselamatan pengendara maupun masyarakat.

[i] Indonesia, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, UU No. 22 Tahun 2009, LN No. 96 Tahun 2009, TLN No. 5025, Ps. 25.

[ii] Ibid., Ps. 27.

[iii] Indonesia, Provinsi DKI Jakarta, Peraturan Daerah tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Perda No. 12 Tahun 2003, Ps. 53.

[iv] Indonesia, Menteri Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan, Nomor KM 3 1994, Ps. 6.

[v] Indonesia, Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Umum, UU No. 22 Tahun 2009, LN No. 96 Tahun 2009, TLN No. 5025, Ps. 274-275.

[vi] Rosa Cindy, “Polisi tidur: Dibangun demi keamanan, tapi kenyataannya berbeda”, https://www.rappler.com/indonesia/liputan-khusus/181793-polisi-tidur-keselamatan-bahaya, diakses pada Kamis, 12 April 2018.

Leave a Reply