Oleh : Nafja Livia Avissa
Staf Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI
Vonis pidana mati meningkat selama pandemi Covid-19 di tahun 2020 dan 2021 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.[1]Berdasarkan data dari Amnesty Internasional, pada tahun 2021 setidaknya 114 vonis pidana mati yang dijatuhkan. Sedangkan, pidana mati yang dijatuhkan di tahun 2020 adalah 117 vonis.[2] Selain itu, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) turut melakukan pengumpulan data terhadap pidana mati, dimana sebanyak 171 dan 210 orang dijatuhi vonis pidana mati pada tahun 2021 dan 2020.[3] Jumlah vonis pidana mati pada dua tahun tersebut lebih banyak dibandingkan penjatuhan vonis pidana mati sebelum pandemi Covid-19 pada tahun 2019 yang mencapai sejumlah 109 orang.[4] Disini, terlihat bahwa jumlah vonis pidana mati di tahun 2020 merupakan yang tertinggi selama lima tahun terakhir dan diikuti oleh vonis pidana mati di tahun 2021 yang berada pada posisi kedua.
Pasca pandemi Covid-19, pidana mati terus menjadi ‘tren’ yang berlanjut dengan penjatuhan vonis pidana mati kepada Ferdy Sambo atas kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 13 Februari 2023.[5] Ferdy sambo dinyatakan terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[6] Selain itu, Ferdy Sambo turut melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”)Juncto Pasal 55 KUHP.[7] Setelah sebelumnya dituntut penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum, Ferdy Sambo akhirnya dijatuhi vonis pidana mati oleh Pengadilan Negeri (“PN”) Jakarta Selatan.[8] Pengadilan Tinggi DKI Jakarta turut menguatkan vonis pidana mati oleh PN Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo atas putusan banding oleh majelis hakim pada Rabu, 12 April 2023.[9]
Tren penjatuhan vonis pidana mati di Indonesia dan vonis pidana mati yang baru ini dijatuhkan kepada Ferdy Sambo menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana pelaksanaan pidana mati. Pidana mati semakin menarik untuk dibahas dengan adanya pertentangan antara pandangan pro dan kontra. Pandangan pro terhadap pidana mati dapat dikaji melalui peraturan perundang-undangan Indonesia yang memuat pidana mati dan studi komparatif dengan negara-negara lain yang turut memberlakukan pidana mati. Pandangan kontra terhadap pidana mati dapat dikaji melalui perjanjian-perjanjian Internasional mengenai Hak Asasi Manusia dan studi komparatif dengan negara-negara yang telah menghapuskan pidana mati. Topik mengenai pandangan pro dan kontra terhadap pidana mati akan dibahas setelah pembahasan mengenai pidana mati.
Pidana mati merupakan topik yang kerap kali menjadi perdebatan panjang baik dalam lingkup nasional, maupun internasional. Sejak masa Babilonia lama, pidana mati mulai dijatuhkan dengan dibentuknya hukum Hammurabi (code of Hammurabi) oleh Raja Hammurabi pada abad ke-18 SM.[10] Di Indonesia, pidana mati mulai diberlakukan pada pemerintahan Hindia-Belanda oleh Gubernur Daendels untuk menumpas perlawanan penduduk pribumi.[11] Selain itu, dalam pasal KUHP lama “Wetboek van Strafrecht,” pidana mati diatur pada Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Keempat. Pasal ini mengatur bahwa pemberlakuan peraturan-peraturan yang ada sebelum Indonesia merdeka masih tetap berlaku selama belum ada peraturan baru yang mencabut peraturan tersebut.[12] Artinya, pidana mati dalam KUHP lama (Wetboek Van Strafrecht) masih tetap berlaku hingga dicabut oleh KUHP Nasional atau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pelaksanaan pidana mati tidak sepenuhnya dilarang dalam International Covenant of Civil and Political Rights (ICCPR), tetapi terdapat pengecualian pidana mati terhadap wanita hamil dan anak dibawah usia delapan belas tahun.[13] Walaupun pidana mati tidak sepenuhnya dilarang, pada tahun 2021 sudah ada 108 negara, seperti Uni Eropa, Inggris, Norwegia, dan Australia yang melarang hukuman mati secara penuh di dalam peraturan hukumnya.[14] Negara-negara ini melarang adanya pidana mati sepenuhnya tanpa memperdulikan bentuk kejahatan yang dilakukan oleh penjahat, baik pelanggaran ringan, sedang, maupun berat. Terdapat 8 negara-negara lain, seperti Brazil, Kazakhstan, dan Peru yang melarang pidana mati bagi kejahatan biasa dan hanya hanya memperbolehkan pidana mati secara terbatas bagi kejahatan serius.[15] Sebanyak 28 negara, seperti Rusia, Korea Selatan, dan Zambia masih memperbolehkan pidana mati dalam peraturan hukumnya, meskipun negara-negara tersebut tidak lagi mempraktikkan pidana mati setidaknya selama sepuluh tahun.[16] Pelaksanaan pidana mati tidak lagi berlaku di Rusia sejak tahun 1996, Korea Selatan sejak tahun 1997, dan Kenya sejak tahun 1997.[17] Sisanya, sebanyak 55 negara masih mempertahankan pidana mati dalam peraturan hukumnya, seperti Amerika Serikat, China, dan Indonesia.[18]
Pelaksanaan pidana mati mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang berpandangan pro dengan pendapat bahwa pidana mati dapat dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran akan terjadinya pengulangan tindakan jahat oleh pelaku tindakan kejahatan.[19] Beberapa ahli juga setuju dengan pelaksanaan pidana mati, seperti Lambroso dan Garofalo, L. M. Friedman, dan ST Burhanuddin. Menurut Lambrosso dan Garofalo, pidana mati diberlakukan sebagai tindakan pencegahan pengulangan kejahatan oleh penjahat yang sama yang diketahui tidak akan bisa berubah.[20] Untuk memenuhi tujuan tersebut, pelaksanaan pidana mati harus dilakukan secara efektif sehingga kepercayaan publik terhadap hukum tetap terjaga, seperti yang disebutkan oleh L. M. Friedman.[21] Jaksa Agung RI, ST Burhanudin, turut berpendapat bahwa selama tindak pidana dapat dipidana mati berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia, maka pidana mati perlu terus dilaksanakan.[22]
Salah satu negara yang mempertahankan pelaksanaan pidana mati adalah Amerika Serikat. Regulasi pelaksanaan pidana mati Amerika Serikat terbilang berbeda dari negara-negara lain yang masih menerapkan pidana mati. Amerika Serikat adalah negara yang memiliki negara bagian dalam wilayahnya sehingga sebagian hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan sistem peradilan di setiap negara bagiannya memiliki regulasi yang berbeda-beda. Sisa dari peraturan yang tidak diatur pada masing-masing negara bagian diserahkan pada pemerintahan federal. Di tahun 2023, terdapat 27 negara bagian yang masih mempertahankan pidana mati dalam peraturan hukumnya, seperti Georgia, Indiana, dan Texas.[23] Selanjutnya, terdapat 23 negara bagian yang sudah melarang adanya pidana mati dalam peraturan hukumnya, seperti Illinois, Massachusetts, dan Virginia.[24] Sisanya, terdapat 4 negara bagian yaitu, Arizona, California, Oregon, dan Pennsylvania yang masih memperbolehkan pidana mati dengan penahanan eksekusi.[25]
Pemerintah Federal Amerika Serikat dan Militer Amerika Serikat masih mempertahankan pidana mati.[26] Pemerintah Federal Amerika Serikat juga mendeklarasikan bahwa mereka turut melaksanakan penahanan eksekusi pidana mati dalam regulasi pidana mati.[27] Dalam regulasi pidana mati di lingkup Pemerintah Federal Amerika Serikat, pemerintah federal dapat melaksanakan pidana mati secara terbatas dan terbilang jarang dibandingkan dengan eksekusi yang dilakukan oleh negara bagian.[28] Selain Amerika Serikat, Indonesia juga merupakan negara yang masih mempertahankan pidana mati.
Pidana mati di Indonesia berlaku dalam sistem peradilan hukum pidana dan hukum pidana militer Indonesia. Pidana mati di Indonesia dapat dilaksanakan dengan merujuk peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur mengenai pidana mati. Regulasi mengenai pidana mati dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pidana mati merupakan jenis pidana pokok yang paling berat menurut KUHP lama (Wetboek Van Strafrecht).[29] Pidana mati dijatuhkan bagi kejahatan serius. Salah satu dari peraturan yang mengatur mengenai pidana mati adalah KUHP. Dalam KUHP lama, tertera regulasi mengenai pidana mati pada Pasal 104, 111 ayat (2), 124, 124 bis, 127, 129, 140 ayat (3), 340, 365 ayat (4), 368 ayat (2), dan 444.[30] Pasal-pasal ini mengatur pidana mati mengenai makar, kejahatan perang, pembunuhan berencana (moord), pencurian dan pengancaman yang menghilangkan nyawa, pembajakan laut yang mengakibatkan kematian, serta kejahatan penerbangan dan sarana penerbangan.
Pelaksanaan eksekusi berdasarkan KUHP lama (Wetboek Van Strafrecht) diatur dalam Pasal 11 KUHP. Pasal ini menyatakan bahwa “Pidana mati dijalankan oleh algojo pada tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.”[31] Selanjutnya, pelaksanaan eksekusi terpidana mati berubah dengan aturan dalam pasal 10 KUHP yang diubah dengan UU Nomor 02/Pnps/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan Dilingkungan Peradilan Umum dan Militer dan disempurnakan dengan Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.[32] Berdasarkan UU Nomor 02/Pnps/1964, pelaksanaan eksekusi terpidana hukuman mati dengan ditembak sampai mati oleh regu penembak Brigade Mobil.[33] Jaksa akan memberitahukan terpidana mati tentang eksekusi pidana mati, tiga kali sebelum eksekusi.[34] Hukuman mati dapat diperlambat 40 hari setelah melahirkan jika terpidana hamil.[35]
Selain KUHP, pidana mati juga tertera dalam UU No.12 Drt 1951 tentang Senjata Api, Amunisi, dan Bahan Peledak, UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No. 31 Tahun 1999 Juncto UU No. 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengatur pidana khusus diluar KUHP.[36] Pidana mati tercantum secara formil dalam bab khusus mengenai ketentuan pidana undang-undang yang telah disebutkan sebelumnya. Pidana mati tidak diatur secara materiil dalam undang-undang tersebut. Ketentuan pidana mati baru diatur secara materiil dalam KUHP dan Peraturan Kapolri. Walaupun pidana mati diatur dalam Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi, tetapi pengadilan tidak pernah menjatuhi pidana mati pada pelaku tindak pidana korupsi.[37] Di Indonesia, putusan mengenai pidana mati hanya pernah dijatuhkan pada kejahatan seperti pembunuhan dengan rencana dalam KUHP, narkotika dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan terorisme dalam Perpu No. 1 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Juncto UU No. 5 Tahun 2018 tentang Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, begitu pula dengan Undang-Undang Pidana Militer.[38]
Pelaksanaan pidana mati tetap dipertahankan Indonesia, meskipun indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi ICCPR yang mengakui bahwa semua orang memiliki hak untuk hidup.[39] Di Indonesia, implementasi ICCPR mengenai hak hidup tidak sepenuhnya diterapkan. Hal ini karena hak hidup yang dimaksud masih dibatasi oleh peraturan yang membuat batasan-batasan untuk menghormati hak asasi orang lain.[40] Indonesia tetap mempertahankan pelaksanaan pidana mati dalam peraturannya dengan tujuan melindungi keamanan dan kepentingan publik di samping menjalankan konvensi internasional mengenai HAM.[41] Terdapat perbedaan pandangan pada budaya Indonesia yang menyebabkan pelaksanaan dari Konvensi Internasional mengenai HAM juga berbeda. Masyarakat Indonesia yang bersifat komunalistik menyebabkan hukum Indonesia selain mengakui HAM juga mengatur penghormatan akan hak asasi orang lain sehingga terdapat batasan mengenai HAM dalam peraturan hukumnya. Sifat komunalistik yang mengutamakan kelompok menyebabkan tidak adanya pengakuan terhadap hak-hak individu meskipun masyarakat Indonesia mengakui adanya HAM.[42]
Oleh karena itu, pidana mati di Indonesia juga diterapkan sebagai penghormatan terhadap hak asasi dan keadilan dari korban tindak pidana pelaku yang dijatuhi pidana mati. Pidana mati di Indonesia juga terus diberlakukan karena tertera dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan dinilai masih efektif oleh sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari KUHP Nasional yang baru disahkan Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2023 yang masih memuat aturan pidana mati dalam Pasal 98 sampai Pasal 103 KUHP Nasional.
Selain pandangan pro terhadap pidana mati, terdapat pula pandangan lain yaitu kontra yang menolak pelaksanaan pidana mati. masyarakat yang kontra berpendapat bahwa pidana mati merupakan tindakan yang tidak manusiawi dan melanggar Hak Asasi Manusia (“HAM”) dan Pancasila.[43] Terdapat beberapa ahli yang menolak pelaksanaan pidana mati, diantaranya berasal dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sandra Moniaga, Komisioner Komnas HAM, berpendapat bahwa pidana mati seharusnya dihapuskan secara total di Indonesia.[44] Menurut Sandra jika pidana mati tetap diberlakukan di Indonesia, perlu ada pembatasan serta jaminan pemeriksaan dan proses hukum yang adil.[45] Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM 2017-2022, turut menyampaikan pendapat mengenai pidana mati bahwa Komnas HAM tidak setuju dengan pidana mati karena melanggar hak hidup yang absolut bagi manusia.[46] Ia turut menambahkan jika saat ini pidana mati hanya dilaksanakan oleh sedikit negara, salah satunya Indonesia.[47]
Negara yang telah melarang pidana mati telah dibedakan menjadi dua jenis negara. Jenis pertama, yaitu negara yang meratifikasi perjanjian internasional, seperti Universal of Declaration of Human Rights (UDHR) dan International Covenant of Civil and Political Rights (ICCPR) serta melarang pidana mati dalam wilayahnya.[48] Jenis kedua merupakan negara yang meratifikasi perjanjian internasional yaitu UDHR dan ICCPR serta melarang pidana hukuman mati dalam wilayahnya dan menyebarluaskan semangat anti hukuman mati ke wilayah-wilayah lain di luar wilayahnya sendiri, seperti Uni Eropa, Inggris, Norwegia, dan Australia.[49]
Australia merupakan salah satu negara yang berbatasan secara langsung dengan Indonesia, tetapi memiliki regulasi terkait pidana mati yang jauh berbeda dengan Indonesia. Australia telah melarang pidana mati baik secara legal dalam hukum nasionalnya, maupun secara praktik dalam pelaksanaan pidana mati. Di tahun 2018, Australia bertransformasi dari sebatas negara yang melarang pidana mati dengan peraturan nasionalnya menjadi negara yang tidak hanya melarang pidana mati, tetapi juga mendukung gerakan anti pidana mati dan menyebarkannya ke seluruh dunia.[50] Latar belakang Australia untuk menyebarkan pengaruh gerakan anti pidana mati ke seluruh dunia disebabkan oleh penjatuhan hukuman mati warga negara Australia di Indonesia pada tahun 2015 yang menyebabkan Australia untuk menyebarkan semangat penghapusan pidana mati.[51] Tren penghapusan pidana mati semakin menyebar ke negara-negara lainnya, seperti Malaysia.
Malaysia merupakan salah satu negara yang sedang bertransformasi menuju negara yang melarang pidana mati. Pada hari Senin, 3 April 2023 Malaysia baru saja menetapkan penghapusan pidana mati dalam amandemen terbaru setelah disahkannya reformasi hukum oleh parlemen Malaysia.[52] Penghapusan pidana mati di Malaysia ditujukan bagi 11 jenis kejahatan, beberapa diantaranya merupakan jenis kejahatan serius kecuali kejahatan serius yang merampas nyawa, seperti pembunuhan dan perdagangan narkoba.[53] Berkaca dari reformasi hukum di Malaysia, tidak menutup kemungkinan adanya penghapusan pidana mati secara penuh dalam hukum Malaysia.
Hak untuk hidup merupakan HAM paling mendasar dan absolut bagi manusia, sehingga penghapusan pidana mati dilaksanakan di negara-negara, seperti Uni Eropa, Inggris, dan Norwegia. Negara-negara tersebut merupakan negara yang telah meratifikasi UDHR dan ICCPR. UDHR dan ICCPR merupakan konvensi internasional yang memuat isi mengenai HAM dan Hak sipil dan politik dimana hak tersebut berkaitan dengan HAM dan hukum nasional yang melindungi HAM tersebut. Proses hukum yang tidak selalu adil dan sempurna turut menyebabkan penghapusan pidana mati untuk melindungi HAM terpidana. Terdapat kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses hukum sehingga pidana mati dinilai tidak tepat dan mengancam HAM.
Masing-masing dari pandangan pro dan kontra terhadap pidana mati memiliki dasar yang logis sehingga diperlukan penghubung diantara keduanya. Untuk menghubungkan pendapat pro dan kontra terhadap pidana mati, Dewan Hak Asasi Manusia memberikan rekomendasi yang diberikan melalui Universal Periodic Review mengenai moratorium hukuman mati.[54] Pelaksanaan pidana mati di Indonesia tidak secara formal menyebutkan mengenai moratorium, melainkan penundaan eksekusi pidana mati seperti yang dijabarkan oleh peneliti senior imparsial, Bhatara Ibnu Reza.[55] Walaupun terkadang antara moratorium dan penundaan eksekusi mati dibedakan, tetapi secara implisit dapat dikatakan bahwa moratorium dan penundaan eksekusi merupakan hal yang sama. Moratorium pidana mati merupakan penundaan eksekusi pidana mati yang diberikan oleh pemerintah.[56]
Dalam KUHP Nasional yang baru, terdapat pembaruan mengenai ketentuan pidana mati. Salah satu diantaranya adalah pidana mati yang semula merupakan pidana pokok menjadi pidana alternatif. Selain itu, pelaksanaan pidana mati baru bisa dilakukan dengan penundaan eksekusi pidana mati selama sepuluh tahun. Penundaan eksekusi pidana mati sudah ditetapkan secara tertulis dalam Pasal 100 KUHP Nasional. Pada Pasal 100 ayat (1) KUHP Nasional tercantum bahwa, eksekusi pidana mati ditentukan oleh penundaan pidana mati selama 10 (sepuluh) tahun yang memperhatikan dua syarat yaitu, rasa penyesalan dan usaha memperbaiki diri dan peran terdakwa pidana mati dalam tindak pidana.[57] Selanjutnya, dalam Pasal 100 ayat (4) KUHP Nasional dikatakan bahwa jika terpidana berkelakuan baik, maka dengan keputusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung, pidana mati dapat berubah menjadi penjara seumur hidup.[58] Menurut pendapat Prof. DR. Topo Santoso, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana FHUI, penundaan eksekusi pidana mati selama sepuluh tahun merupakan jalan tengah yang dapat mengakomodir pandangan pro terhadap hukuman mati dan kontra terhadap hukuman mati.[59]
Pidana mati menimbulkan perbedaan pandangan antara pro terhadap pidana mati dan kontra terhadap pidana mati. Pandangan-pandangan ini memiliki alasan masing-masing yaitu efek jera pelaku bagi pandangan pro dan melanggar HAM bagi pandangan kontra. Indonesia sendiri merupakan negara yang masih memberlakukan pidana mati, meskipun beberapa negara lain telah menghapuskan pidana mati dalam hukumnya. Tujuan Indonesia mempertahankan pelaksanaan pidana mati untuk melindungi keamanan dan kepentingan publik di samping menjalankan konvensi internasional mengenai Hak Asasi Manusia. HAM merupakan alasan mendasar bagi negara-negara di dunia untuk menghapuskan pidana mati. Perlindungan HAM turut dimuat dalam konvensi internasional seperti UDHR dan ICCPR yang mendorong negara-negara di dunia untuk menghapuskan pidana mati.
Moratorium merupakan jalan tengah bagi pandangan pro dan kontra yang diberikan melalui rekomendasi dari Dewan Hak Asasi Manusia. Hal ini sejalan dengan lahirnya reformasi dalam hukum pidana Indonesia dengan disahkannya UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP yang menjadi KUHP Nasional menyebabkan terdapat pembaharuan juga dalam aturan pidana mati di Indonesia. Dalam KUHP Nasional yang baru, pembaharuan tersebut ditemukan dalam ketentuan pidana mati yaitu pidana mati sebagai pidana alternatif dan adanya penundaan eksekusi pidana mati. Dengan adanya aturan baru mengenai pidana mati di Indonesia, spesifiknya berkenaan dengan penundaan pidana mati diharapkan dapat menjadi jalan tengah antara pandangan pro dan kontra terhadap pidana hukuman mati seperti yang disampaikan oleh Prof. DR. Topo Santoso, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana FHUI.
DAFTAR PUSTAKA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek Van Strafrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno.
Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Nomor 1 Tahun 2023, LN Tahun 2023 No. 1 TLN No. 6842.
JURNAL
Anugrah, Roby. “Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 3 No.1 (2021). Hlm. 80-95.
Purba, Nelvitia, et al. “Death Penalty and Human Rights in Indonesia.” International Journal
Criminology and Sociology. Vol. 20 No. 9 (2020). Hlm. 1356-1362.
Rifai, Eddy. “An Analysis of the Death Penalty in Indonesia Criminal Law.” Sriwijaya Law
Review, Vol. 1 No. 2 (2017). Hlm.190-199.
Sato, Mai. “Politics of International Advocacy Against the Death Penalty: Governments as
Anti–Death Penalty Crusaders.” International Journal for Crime, Justice and Social Democracy. Vol. 11 No. 3 (2022). Hlm. 1-11.
Yustikaningrum, Rima Yuwana. “Death Penalty in Indonesia : What and Why? Is It Not
Against Universal Human Right Principle?” Challenges of the Knowledge Society,
(2019). Hlm. 825-830.
INTERNET
Amnesty International. “Death Penalty.” Amnesty.org.
https://www.amnesty.org/en/what-we-do/death-penalty/. Diakses pada 6 April 2023.
Bunga, Aliyya. “Malaysia Hapus Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup.” Kumparan, 3
April 2023. https://kumparan.com/kumparannews/malaysia-hapus-hukuman-mati-dan-penjara-seumur-hidup-208nbO8WXNz/3. Diakses pada 6 April 2023.
CRA. “Hukuman Mati Masih Perlu, Tapi….” Hukumonline.com, 20 Maret 2007.
https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/hukuman-mati-masih-perlu-tapi-hol16378. Diakses pada tanggal 6 April 2023.
DA, Ady Thea. “Pemerintah Diingatkan Moratorium Hukuman Mati.” Hukumonline.com, 12
Oktober 2019.
https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/pemerintah-diingatkan-moratorium-hukuman-mati-lt5da0d7fc6f5bd?page=2. Diakses pada 6 April 2023.
Deutsche Welle. “Malaysia Selangkah Menuju Penghapusan Hukuman Mati.” dw.com, 10
Juni 2022.
https://www.dw.com/id/malaysia-selangkah-menuju-penghapusan-hukuman-mati/a-62088837. Diakses pada 6 April 2023.
DPIC. “Federal Death Penalty.” death penaltyinfo.org,
https://deathpenaltyinfo.org/state-and-federal-info/federal-death-penalty. Diakses pada 6 April 2023.
DPIC. ”State by State.” deathpenaltyinfo.org.
https://deathpenaltyinfo.org/state-and-federal-info/state-by-state. Diakses pada 6 April 2023.
Harruma, Issha. “Pro Kontra Hukuman Mati.” Kompas.com, 30 April 2022.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/30/22300021/pro-kontra-hukuman-mati, diakses pada 6 April 2023.
Hayati, Rinjani Meisa. “Melihat Sejarah Hukuman Mati di Indonesia.” Kumparan, 5 April
https://kumparan.com/kumparannews/melihat-sejarah-hukuman-mati-di-indonesia-1xp2ZjnIoSo/3. Diiakses pada 6 April 2023.
Hidayatullah, Ndaru. “Dasar Penerbitan Kebijakan Moratorium.” Hukumonline.com, 5
Januari 2023.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/dasar-hukum-penerbitan-kebijakan-moratorium-lt4eb8e69aab44f/. Diakses pada 6 April 2023.
Humas FHUI. “Topo Santoso (Media Indonesia) : Menyoal Hukuman Mati.” Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 1 Agustus 2016.
https://law.ui.ac.id/topo-santoso-media-indonesia-menyoal-hukuman-mati/. Diakses pada 6 April 2023.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Komnas HAM: Hukuman Mati Bukan Solusi Pemberantasan Korupsi.” https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/3/12/1709/komnas-ham-hukuman-mati-bukan-solusi-pemberantasan-korupsi.html. Diakses 29 April 2023.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Komnas HAM RI Soroti Fenomena Hukuman Mati yang Inkonstitusional.” https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/11/4/1975/komnas-ham-ri-soroti-fenomena-hukuman-mati-yang-inkonstitusional.html. Diakses 29 April 2023.
Martiar, Norbertus A. D. “Moratorium Hukuman Mati, Langkah Menuju Penghapusan?” Kompas.id, 21 Oktober 2021. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/10/12/moratorium-hukuman-mati-langkah-menuju-penghapusan. Diakses pada 6 April 2023.
Mys/M-1. “Hukuman Mati, Melanggar Konstitusi.” Hukumonline.com, 22 Januari 2007. https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/hukuman-mati-melanggar-konstitusi-hol16084?page=1. Diakses pada 6 April 2023.
Ningsih, Widya Lestari. “Sejarah Hukuman Mati di Dunia.” Kompas.com, 15 Februari 2023. https://www.kompas.com/stori/read/2023/02/15/100000679/sejarah-hukuman-mati-di-dunia?page=all#:~:text=Kapan%20hukuman%20mati%20ditemukan%3F,kejahatan%20berbeda%2C%20tidak%20termasuk%20pembunuhan. Diakses pada 6 April 2023.
Novelino, Andry. “Vonis Sidang Banding : Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati.” CNN Indonesia, 12 April 2023. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230412071816-12-936528/vonis-sidang-banding-ferdy-sambo-tetap-dihukum-mati. Diakses pada 26 April 2023.
Oktavira, Bernadetha A. “Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Indonesia.” Hukumonline.com, 15 Februari 2023. https://www.hukumonline.com/klinik/a/tata-cara-pelaksanaan-pidana-mati-di-indonesia-cl441. Diakses pada 6 April 2023.
Putri, Diva Lutfiana. “Pengertian Hukuman Mati dan Beda Aturan di KUHP Lama Vs Baru.” Kompas.com, 19 Maret 2023. https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/064500865/pengertian-hukuman-mati-dan-beda-aturan-di-kuhp-lama-vs-baru?page=all. Diakses pada 6 April 2023.
Salim, Devina. “ Peneliti : Masyarakat Memahami HAM, Tetapi Tanpa Pengakuan Hak Individu.” Kompas.com, 31 Januari 2019, https://nasional.kompas.com/read/2019/01/31/00000841/peneliti-masyarakat-memahami-ham-tetapi-tanpa-pengakuan-hak-individu. Diakses pada 12 April 2023.
Saptohutomo, Aryo P. “Pidana Mati dengan Masa Percobaan di KUHP Baru Disebut Jadi Jalan Tengah.” Kompas.com, 18 Desember 2022. https://nasional.kompas.com/read/2022/12/18/22242901/pidana-mati-dengan-masa-percobaan-di-kuhp-baru-disebut-jadi-jalan-tengah. Diakses pada 6 April 2023.
Tanjung, Erick, “Ditolak Pegiat HAM, Jaksa Agung Bersikukuh Terapkan Hukuman Mati Koruptor.” https://www.suara.com/news/2021/11/19/000500/ditolak-pegiat-ham-jaksa-agung-bersikukuh-terapkan-hukuman-mati-koruptor?page=all. Diakses 29 April 2023.
Tim Detikcom. “Apa Itu Vonis Hukuman Mati yang Diputus Hakim untuk Ferdy Sambo.” Detik.com, 13 Februari 2023. https://news.detik.com/berita/d-6566865/apa-itu-vonis-hukuman-mati-yang-diputus-hakim-untuk-ferdy-sambo. Diakses pada 26 April 20223.
Wiryono, Singgih dan Irfan Kamil. “Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati.” Kompas.com, 13 Februari 2023. https://nasional.kompas.com/read/2023/02/13/15204921/ferdy-sambo-divonis-hukuman-mati. Diakses pada 26 April 2023.
World Data, “Death Penalties by Countries.” WorldData.info, https://www.worlddata.info/deathpenalty.php. Diakses pada 19 April 2023.
[1] Amnesty International, “Laporan Hukuman Mati 2021: Vonis Mati di Indonesia Terus Dipertahankan Tanpa Alasan,” https://www.amnesty.id/laporan-hukuman-mati-2021-vonis-mati-di-indonesia-terus-dipertahankan-tanpa-alasan/, diakses 29 April 2023.
[2] Ibid.
[3] Institute for Criminal Justice Reform, “Laporan Situasi Kebijakan Pidana Mati di Indonesia 2021 “Ketidakpastian Berlapis: Menanti Jaminan Komutasi Pidana Mati Sekarang!” https://icjr.or.id/wp-content/uploads/2022/03/Laporan-Situasi-Kebijakan-Pidana-Mati-di-Indonesia-2021-Ketidakpastian-Berlapis-Menanti-Jaminan-Komutasi-Pidana-Mati-Sekarang.pdf, diakses 29 April 2023.
[4] Ibid.
[5] Singgih Wiryono dan Irfan Kamil, “Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati,” https://nasional.kompas.com/read/2023/02/13/15204921/ferdy-sambo-divonis-hukuman-mati, diakses pada 26 April 2023.
[6] Detik.com, “Apa Itu Vonis Hukuman Mati yang Diputus Hakim untuk Ferdy Sambo,” https://news.detik.com/berita/d-6566865/apa-itu-vonis-hukuman-mati-yang-diputus-hakim-untuk-ferdy-sambo, diakses pada 26 April 20223.
[7] Singgih Wiryono dan Irfan Kamil, “Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati,” https://nasional.kompas.com/read/2023/02/13/15204921/ferdy-sambo-divonis-hukuman-mati, diakses pada 26 April 2023.
[8] Ibid.
[9] Andry Novelino, “Vonis Sidang Banding: Ferdy Sambo Tetap Dihukum Mati,” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230412071816-12-936528/vonis-sidang-banding-ferdy-sambo-tetap-dihukum-mati, diakses pada 26 April 2023.
[10] Widya Lestari Ningsih, “Sejarah Hukuman Mati di Dunia,” https://www.kompas.com/stori/read/2023/02/15/100000679/sejarah-hukuman-mati-di-dunia?page=all#:~:text=Kapan%20hukuman%20mati%20ditemukan%3F,kejahatan%20berbeda%2C%20tidak%20termasuk%20pembunuhan, diakses pada 6 April 2023.
[11] Rinjani Meisa Hayati, “Melihat Sejarah Hukuman Mati di Indonesia,” https://kumparan.com/kumparannews/melihat-sejarah-hukuman-mati-di-indonesia-1xp2ZjnIoSo/3, diakses pada 6 April 2023.
[12] Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Aturan Peralihan Ps. 1.
[13] CRA, “Hukuman Mati Masih Perlu, Tapi….,” https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/hukuman-mati-masih-perlu-tapi-hol16378, diakses pada l 6 April 2023.
[14] Amnesty International, “Death Penalty,” https://www.amnesty.org/en/what-we-do/death-penalty/, diakses pada 6 April 2023.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] World Data, “Death Penalties by Countries,” https://www.worlddata.info/deathpenalty.php, diakses pada 19 April 2023.
[18] Ibid.
[19] Issha Harruma, “Pro Kontra Hukuman Mati,” https://nasional.kompas.com/read/2022/04/30/22300021/pro-kontra-hukuman-mati, diakses pada 6 April 2023.
[20] Nelvitia Purba, et al., “Death Penalty and Human Rights in Indonesia,” International Journal Criminology and Sociology, Vol. 20 No. 9 (2020), hlm. 1359.
[21]Nelvitia Purba, et al., “Death Penalty and Human Rights in Indonesia,” International Journal Criminology and Sociology, Vol. 20 No. 9 (2020), hlm. 1360.
[22] Erick Tanjung, “Ditolak Pegiat HAM, Jaksa Agung Bersikukuh Terapkan Hukuman Mati Koruptor,” https://www.suara.com/news/2021/11/19/000500/ditolak-pegiat-ham-jaksa-agung-bersikukuh-terapkan-hukuman-mati-koruptor?page=all, diakses 29 April 2023.
[23] DPIC, ”State by State,” https://deathpenaltyinfo.org/state-and-federal-info/state-by-state, diakses pada 6 April 2023.
[24] Ibid.
[25] Ibid.
[26] DPIC, “State by State,” https://deathpenaltyinfo.org/state-and-federal-info/state-by-state, diakses pada 6 April 2023.
[27] Ibid.
[28] DPIC, “Federal Death Penalty,” https://deathpenaltyinfo.org/state-and-federal-info/federal-death-penalty, diakses pada 6 April 2023.
[29] Diva Lutfiana Putri, “Pengertian Hukuman Mati dan Beda Aturan di KUHP Lama vis-a-vis Baru,” https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/064500865/pengertian-hukuman-mati-dan-beda-aturan-di-kuhp-lama-vs-baru?page=all, diakses pada l 6 April 2023.
[30] Mys/M-1, “Hukuman Mati, Melanggar Konstitusi,” https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/hukuman-mati-melanggar-konstitusi-hol16084?page=1, diakses pada tanggal 6 April 2023.
[31] Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek Van Strafrecht], diterjemahkan oleh Moeljatno, Ps. 11.
[32] Diva Lutfiana Putri, “Pengertian Hukuman Mati dan Beda Aturan di KUHP Lama vs Baru,” https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/064500865/pengertian-hukuman-mati-dan-beda-aturan-di-kuhp-lama-vs-baru?page=all, diakses pada 6 April 2023.
[33] Bernadetha A. Oktavira, “Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Indonesia,” https://www.hukumonline.com/klinik/a/tata-cara-pelaksanaan-pidana-mati-di-indonesia-cl441, diakses pada 6 April 2023.
[34] Diva Lutfiana Putri, “Pengertian Hukuman Mati…” https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/19/064500865/pengertian-hukuman-mati-dan-beda-aturan-di-kuhp-lama-vs-baru?page=all, diakses pada 6 April 2023.
[35] Ibid.
[36] Roby Anugrah, “Kebijakan Formulasi Pidana Mati Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia,” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 3 No.1 (2021), hlm. 87.
[37] Eddy Rifai, “An Analysis of the Death Penalty in Indonesia Criminal Law”, Sriwijaya Law Review, Vol. 1 No. 2 (2017), hlm. 191.
[38] Ibid.
[39] Rima Yuwana Yustikaningrum, “Death Penalty in Indonesia : What and Why? Is It Not Against Universal Human Right Principle?” Challenges of the Knowledge Society, 825-830 (2019), hlm. 825.
[40] Ibid., hlm. 826.
[41] Ibid., hlm. 828.
[42] Devina Salim, “Peneliti : Masyarakat Memahami HAM, Tetapi Tanpa Pengakuan Hak Individu,” https://nasional.kompas.com/read/2019/01/31/00000841/peneliti-masyarakat-memahami-ham-tetapi-tanpa-pengakuan-hak-individu, diakses pada 12 April 2023.
[43] Issha Harruma, “Pro Kontra Hukuman Mati,” https://nasional.kompas.com/read/2022/04/30/22300021/pro-kontra-hukuman-mati, diakses pada 6 April 2023.
[44] Komnas HAM, “Komnas HAM RI Soroti Fenomena Hukuman Mati yang Inkonstitusional,” https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/11/4/1975/komnas-ham-ri-soroti-fenomena-hukuman-mati-yang-inkonstitusional.html, diakses 29 April 2023.
[45] Ibid.
[46] Komnas HAM, “Komnas HAM: Hukuman Mati Bukan Solusi Pemberantasan Korupsi,” https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/3/12/1709/komnas-ham-hukuman-mati-bukan-solusi-pemberantasan-korupsi.html, diakses 29 April 2023.
[47] Ibid.
[48] Mai Sato, “Politics of International Advocacy Against the Death Penalty: Governments as Anti–Death Penalty Crusaders,” International Journal for Crime, Justice and Social Democracy, Vol. 11 No. 3 (2022), hlm. 3.
[49] Ibid.
[50] Ibid.
[51] Ibid.
[52] Aliyya Bunga, “Malaysia Hapus Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup,” https://kumparan.com/kumparannews/malaysia-hapus-hukuman-mati-dan-penjara-seumur-hidup-208nbO8WXNz/3, diakses pada 6 April 2023.
[53] Deutsche Welle, “Malaysia Selangkah Menuju Penghapusan Hukuman Mati,” https://www.dw.com/id/malaysia-selangkah-menuju-penghapusan-hukuman-mati/a-62088837, diakses pada 6 April 2023.
[54] Norbertus A. D. Martiar, “Moratorium Hukuman Mati, Langkah Menuju Penghapusan?” https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/10/12/moratorium-hukuman-mati-langkah-menuju-penghapusan, diakses padal 6 April 2023.
[55] Ady Thea DA, “Pemerintah Diingatkan Moratorium Hukuman Mati,” https://remote-lib.ui.ac.id:2094/berita/a/pemerintah-diingatkan-moratorium-hukuman-mati-lt5da0d7fc6f5bd?page=2, diakses pada 6 April 2023.
[56] Ndaru Hidayatullah, “Dasar Penerbitan Kebijakan Moratorium,” https://www.hukumonline.com/klinik/a/dasar-hukum-penerbitan-kebijakan-moratorium-lt4eb8e69aab44f/, diakses pada 6 April 2023.
[57] Indonesia, Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Nomor 1 Tahun 2023, LN Tahun 2023 No. 1 TLN No. 6842, Ps. 100 ayat (1).
[58] Aryo P. Saptohutomo, “Pidana Mati dengan Masa Perconaan di KUHP Baru Disebut Jadi Jalan Tenggah,” https://nasional.kompas.com/read/2022/12/18/22242901/pidana-mati-dengan-masa-percobaan-di-kuhp-baru-disebut-jadi-jalan-tengah, diakses pada 6 April 2023.
[59] Humas FHUI, “Topo Santoso (Media Indonesia): Menyoal Hukuman Mati,” https://law.ui.ac.id/topo-santoso-media-indonesia-menyoal-hukuman-mati/, diakses pada 6 April 2023.