Wajib Militer: Perlukah?

Rancangan Undang-Undang Komponen Tentara Cadangan sedang digodok. Dalam rancangan itu, hampir setiap warga negara wajib menjadi komponen tentara cadangan. Dalam pasal 8 dan 9 disebut Pegawai Negeri Sipil dan warga negara yang sudah berumur 18 tahun. Selain mereka, mantan prajurit TNI juga wajib menjadi komponen cadangan militer.

Komponen cadangan militer ini termasuk bentuk bela negara dengan landasan konsep wajib militer. Subyek dari bela negara ini adalah tentara atau perangkat pertahanan lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar atau wajib militer.

Landasan konstitusional bela negara termuat di dalam UUD Pasal 30. Pasal 30 UUD 1945 itu sendiri terdiri dari beberapa ayat dan yang penting untuk dicermati terkait isu wajib militer adalah pada ayat (1) dan (2), dimana disebutkan:

Pasal 30:

(1)   Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2)    Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.

Terlihat dari isi dari kedua ayat di sana bahwa pertahanan negara tidak hanya merupakan beban TNI saja, namun dapat pula bergeser menjadi beban rakyat yang dikatakan pada ayat (2) sebagai kekuatan pendukung.

Lebih lanjut, upaya pertahanan keamanan negara tersebut dimuat di dalam UU No. 20 Tahun 1982 yang diubah dengan UU No. 1 Tahun 1988, dimana di Pasal 6 dan 7 diartikan sebagai indikasi bahwa rakyat juga dapat didayagunakan demi keamanan dan dengan jelas pada Pasal 7 undang-undang tersebut disebutkan bahwa upaya pertahanan rakyat tersebut diwujudkan dalam Pertahanan Rakyat Semesta yang kemudian sifat dan bentuk konkretnya dimuat di dalam Pasal 8, 9, dan 10 undang-undang tersebut. Berdasarkan undang-undang tersebut, maka jelas bahwa rakyat juga dapat dijadikan komponen pertahanan keamanan negara dalam bentuk yang sudah dikonkretkan melalui undang-undang tersebut.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah memang negara ini membutuhkan peran dari komponen cadangan tersebut? Apa urgensinya? Apakah tidak ada cara lain agar pemanfaatan komponen cadangan dalam bentuk wajib militer tersebut tidak dilakukan? Inilah yang menjadi inti pokok pembicaraan dalam diskusi rutin LK2 kali ini.

Mengkaji dari ketentuan Pasal 30 UUD 1945 terlihat bahwa wajib militer adalah kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia, dan juga  jangan dilupakan tertulis bahwa hal tersebut adalah juga merupakan hak, dengan kata lain, rakyat diberikan kebebasan atau pilihan sekaligus tanggung jawab untuk usaha pertahanan dan keamanan negara.

Urgensinya sendiri menurut para pembicara dan juga peserta diskusi rutin tidaklah begitu terlihat sekarang ini. Dimana jika dicermati maka negara-negara yang menerapkan wajib militer merupakan negara-negara yang sedang atau rentan terlibat konflik dengan negara lain namun kekuatan militernya dianggap belum mumpuni jika hanya menggunakan tenaga komponen militer utamanya. Belum lagi beberapa negara sebut saja Norwegia misalnya yang sudah menghapuskannya atau negara super power yang rentan akan serangan maupun menyerang seperti Amerika Serikat yang justru kini membuat kebijakan wajib militer ini sebagai sesuatu hal yang fakultatif.

Urgensi dari segi kemungkinan konflik dengan negara lain memang sedikit untuk Indonesia, namun jangan dilupakan adanya ancaman dari dalam negeri sendiri misalnya pemberontakan atau aksi separatisme yang membuat tentara kewalahan dalam menanganinya. Atau urgensi lainnya misalnya seperti yang disebutkan salah seorang anggota DPR terkait Rancangan Undang-Undang Komponen Tentara Cadangan bahwa wajib militer ini penting untuk generasi muda untuk membangkitkan jiwa patriotisme dan juga kecintaan akan bangsa dan negara.

Menyikapi alasan-alasan urgensi ini, pembicara maupun peserta sepakat bahwa wajib militer belum urgent jika dilaksanakan di Indonesia. Jika rakyat dipersenjatai misalnya, bukankah dapat digunakan sebagian kalangan militer untuk kudeta? Lalu jika memang diadakan wajib militer, belum jelas sampai sebagaimana jauhnya masyarakat sipil tersebut mampu mengemban tugas militer misalnya memegang pistol tanpa menyalahgunakannya atau apakah masyarakat sipil itu nantinya dapat mengendarai tank militer. Belum lagi untuk alasan patriotisme dan cinta bangsa dan negara sebenarnya dinilai dapat dilatih dengan bentuk yang lebih sederhana misalnya dengan menajamkan kembali kekuatan pelatihan Pramuka di kalangan pelajar.

Hal lain yang membuat wajib militer ini masih dipandang skeptis ialah lagi-lagi persoalan anggaran negara: antara dana yang dialokasikan untuk kompensasi financial bagi masyarakat yang ikut wajib militer versus pengadaan perangkat persenjataan yang sangat penting untuk komponen utama yaitu TNI. Menurut peserta diskusi maka sebaiknya pemerintah memfokuskan diri dahulu untuk pengadaan persenjataan militer atau komponen utama,apalagi mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas dan rentan dengan pelanggaran-pelanggaran yang dapat dilakukan negara tetangga sehingga pemerintah harusnya membuat militer kita sendiri dahulu lebih bergigi baru memikirkan komponen cadangan.

Leave a Reply