Jermal: Potret Hitam Anak Manusia di Pantai Timur Sumatera

Jermal: Potret Hitam Anak Manusia di Pantai Timur Sumatera

“Bukan waktunya kami membanting tulang.”- Pekerja Anak di Jermal

Tubuh-tubuh mungil nan rentan itu tak seharusnya menyambung nafas kehidupan keluarga. Mereka adalah aset negeri ini yang selayaknya dekat dengan dunia pendidikan. Namun, fakta menunjukkan bahwa bermain dan belajar bahkan menjadi dua hal yang mustahil untuk diakses akibat kemiskinan struktural.

Pekerja anak adalah persoalan krusial bangsa yang menunggu tindakan konkret Pemerintah untuk segera memberantasnya. Semakin besar kesulitan seorang anak mengakses pendidikan, maka semakin besar pula lingkaran hitam kebodohan dan kemiskinan menjangkiti bangsa ini. Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi memperkirakan ada sekitar 1,7 juta anak yang menjadi pekerja di bawah umur. Dari jumlah tersebut diperkirakan terdapat 400.000 orang pekerja anak yang terpaksa bekerja untuk pekerjaan-pekerjaan yang terburuk dan berbahaya, seperti perbudakan, pelacuran, pornografi dan perjudian, pelibatan pada narkoba, dan pekerjaan berbahaya lainnya.[1] Ironis, melihat fakta bahwa anak-anak Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari ancaman eksploitasi dan pekerjaan-pekerjaan terburuk. Sebagian besar bentuk pekerjaan terburuk bagi anak menempatkan anak bekerja pada sektor informal. Salah satu kawasan di Indonesia yang menjadi pusat pekerja anak adalah Jermal.

Jermal adalah bangunan yang didirikan di atas kayu yang ditanamkan ke dasar laut dan digunakan sebagai tempat mencari ikan. Jermal biasanya dijumpai di sepanjang Pantai Timur di empat kabupaten Provinsi Sumatera Utara (Langkat, Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu). Disamping jermal, ada juga Tangkul yang disebut jermal mini. Tangkul bisanya dijumpai di perairan kabupaten Langkat.[2] Setiap jermal dihuni oleh 4-9 orang anak (usia 11-16 tahun), 2-5 pekerja dewasa, dan ditambah seorang mandor atau wakil mandor yang mengawasi pekerja-pekerja anak tersebut. Jermal ini digunakan untuk menangkap hasil laut seperti cumi-cumi, ikan teri, dan lain-lain. Jermal didirikan pada kedalaman laut di atas 17 meter. Jumlah jermal di Pantai Timur Sumatera Utara pada tahun 1995 ada sekitar 369 unit yang tersebar pada empat kabupaten yaitu 23 unit di Kabupaten Langkat, 81 unit jermal di Kabupaten Deli Serdang, 192 unit jermal di Kabupaten Asahan dan 73 unit jermal di Kabupaten Labuhan Batu (Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 1995). Namun, jumlahnya menurun pada tahun 2000 karena beberapa jermal runtuh akibat terkena ombak atau badai. (Kompasiana, 19 April 2011)

Pada dasarnya, terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi dimasukkannya jermal sebagai salah satu bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Pertama, jam kerja yang tidak menentu menyebabkan anak sulit mengakses pendidikan. Jam kerja buruh jermal tidak menentu tergantung pada kondisi musim saat itu. Bila musim pasang hidup (ikan banyak dan ombak kecil), jam kerja mereka dimulai dari pukul 02.00 dini hari sampai pukul 20.00 malam. Bila musim pasang mati (ikan sedikit dan ombak besar), mereka bekerja mulai pukul 07.00 pagi sampai dengan pukul 15.00 sore. Para buruh jermal baru diperbolehkan beristirahat penuh dan kembali ke rumah setelah tiga bulan bekerja.

Kedua, pekerja anak di Jermal menanggung beban kerja yang sangat berat, bahkan tidak jarang pekerjaan-pekerjaan tersebut mengancam nyawa mereka sendiri. Aktivitas yang mereka lakukan sehari-hari adalah memutar jaring dengan katrol tangan atau yang disebut dengan penggilingan. Pada setiap jermal terdapat 10-15 katrol yang harus diputar secara bersamaan. Apabila ada salah satu buruh jermal yang tidak melakukannya dengan seragam, maka risikonya ia dapat terkena hantaman katrol yang diputarnya dan terlempar ke laut. Setelah melakukan penggilingan selama kurang lebih 2 jam, para buruh jermal juga diharuskan menyortir ikan-ikan hasil tangkapan mereka, kemudian direbus dan dijemur. Hal inilah yang menyebabkan waktu istirahat para buruh jermal menjadi sangat minim.

Ketiga, tidak terjaminnya kesejahteraan pekerja anak sebagai buruh jermal. Setiap hari pasca bekerja, mereka hanya mendapat makanan berupa nasi dan cumi-cumi atau ikan hasil tangkapan sendiri. Jenis ikan yang dimakan pun dilimitasi. Apabila buruh jermal tertangkap basah oleh mandor memakan jenis ikan seperti kerapu, kakap atau tongkol, upah mereka akan dipotong. Lauk pauk seperti sayur hanya diterima buruh jermal setiap 2 minggu sekali. Buruknya ketersediaan makanan berdampak tidak baik bagi tumbuh kembang anak.

Keempat, kesejahteraan pekerja anak yang buruk juga tercermin dari gaji yang mereka terima sebagai buruh jermal. Mereka baru memperoleh gaji setelah 3 bulan bekerja dengan besaran Rp75.000-Rp120.000. Kondisi ini sangat tidak adil bagi anak-anak. Mereka telah mengorbankan pendidikan dan keselamatan diri demi menopang perekonomian keluarga. Namun, hasil yang mereka peroleh bahkan hanya cukup untuk sesuap nasi.

Kelima, pekerja anak di jermal bukan hanya mengalami kekerasan fisik maupun kekerasan psikologis tetapi juga kekerasan seksual. Umumnya, kekerasan seksual ini dilakukan oleh para pekerja dewasa terhadap pekerja anak demi memenuhi kebutuhan biologis. Kasus kekerasan seksual yang marak terjadi di jermal adalah tindakan sodomi. Faktor rentannya seorang anak juga menjadi alasan bagi para mandor maupun pekerja dewasa untuk bertindak sewenang-wenang terhadap anak.

Pada dasarnya, mempekerjakan anak di jermal merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum. Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Keppres No. 36 Tahun 1990, maka penting untuk merujuk pada KHA terkait masalah anak. Di dalam pasal 32 dari KHA, dinyatakan bahwa anak mempunyai hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan yang berbahaya dan mengganggu pendidikannya, membahayakan kesehatannya atau mengganggu perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak.[3] Oleh karena itu negara berkewajiban untuk menentukan batas usia minimum pekerja anak, mengatur jam dan kondisi penempatan kerja, serta menetapkan sanksi dan menjatuhi hukuman kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan.

Pada dasarnya, berbagai regulasi telah dibuat atau diratifikasi dalam rangka melindungi anak dari eksploitasi maupun ketidakadilan sebagai buruh. Apabila melihat sejumlah hukum positif di Indonesia, terdapat beberapa hal yang diatur terkait masalah pekerja anak.

  1. Perlindungan terhadap bentuk pekerjaan terburuk bagi anak ditegaskan dalam Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002.[4]
  2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 52 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.[5]
  3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Pada Pasal 1 ditegaskan bahwa undang-undang ini bertujuan menciptakan suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial.[6]
  4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 2 menyebutkan bahwa perlindungan anak bertujuan menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.[7]
  5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Masalah pekerja anak diatur dalam Pasal 1 yaitu terkait batas usia.[8] Anak yang diperbolehkan bekerja adalah mereka yang sudah berusia 15 tahun, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. Artinya, setiap anak di bawah usia 15 tahun, belum patut untuk bekerja dan harus dilindungi dari segala bentuk pekerjaan yang bersifat eksploitatif.

Selain penegakan regulasi yang sudah ada, tindakan nyata juga harus dilakukan pemerintah mengingat Indonesia darurat kekerasan anak. Sampai saat ini, diperkirakan sebanyak 21 juta anak Indonesia mengalami kekerasan.[9] Penghapusan pekerja anak merupakan suatu urgensi yang dapat mendorong penurunan jumlah kasus kekerasan pada anak.

Keseriusan pemerintah mulai terlihat dengan berbagai upaya yang dilakukan untuk menghapuskan pekerja anak. Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi Sumatra Utara berhasil menarik dan mencegah sebanyak 1.460 anak untuk bekerja di berbagai jermal di wilayah Pantai Timur, Sumut.[10] Pemprov Sumut mengaku tidak akan memperpanjang izin usaha jermal. Alasannya, ada kecenderungan usaha ini mempekerjakan anak-anak di bawah umur. Alarm ini sebenarnya sudah sejak lama diberikan oleh ILO mengingat banyaknya jermal yang ada di kawasan Pantai Timur Sumatera. Namun, Pemprov mengaku sulit menertibkan jermal yang mempekerjakan anak-anak karena kurangnya dukungan dari berbagai pihak. Orang tua anak-anak tersebut bahkan mengatakan bahwa bekerja di jermal cukup membantu perekonomian keluarga. Tetapi Pemprov Sumut tidak berhenti dengan komitmennya untuk menghapuskan pekerja anak. Pada pertengahan Oktober tahun silam, kerjasama pemprov dan ILO telah berhasil menyelamatkan 352 pekerja anak yang mengadu hidupnya di jermal.

Titik balik perwujudan komitmen nyata pemerintah terjadi pada tanggal 15 April 2000, yakni pada saat Surat Perjanjian Kerjasama (Letter of Agreement) antara ILO dan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara ditandatangani dan diratifikasi oleh DPRD Sumatera Utara. Momentum ini merupakan komitmen politis yang sangat mendukung pengimplementasian berbagai program penyelamatan anak-anak yang bekerja di jermal. Bentuk implementasi dari LoA adalah dibentuknya Komisi Penasehat Program (PAC), Tim Implementasi Program (PIT), dan adanya Counterpart Budget dari pemerintah propinsi Sumatera Utara berkisar USD 16,000 tahun 2000 dan USD 32,000 tahun 2001. Berikut adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh Pemprov Sumut dengan ILO sebagai bentuk realisasi dari kerjasama.

  1. Survei Udara

Survei udara dilakukan dengan tujuan mencatat lokasi jermal dan tangkul pada garis Pantai Timur Sumatera Utara. Dengan melakukan survei ini, pemprov bisa memetakan jumlah anak-anak yang bekerja di jermal serta melihat kemungkinan mereka kembali ke darat.

  1. Workshop dan Kunjungan Bersama

Workshop dan kunjungan bersama merupakan salah satu upaya pendekatan yang dilakukan pemprov dan ILO untuk mengetahui situasi anak, mandor maupun pemilik jermal. Melalui upaya pendekatan ini, dapat disosialisasikan kepada mandor maupun pemilik jermal mengenai dampak buruk mempekerjakan anak.

  1. Penarikan Anak

Penarikan anak dari jermal dirancang menjadi empat bentuk penarikan, yaitu: (1) secara sukarela oleh anak, (2) secara sukarela dengan orang tua atau anggota keluarga, (3) secara sukarela dengan masyarakat (kepala desa, anggota masyarakat, dll), dan (4) secara tidak sukarela (forced) oleh tim monitoring terpadu.

  1. Dialog Interaktif

Dialog ini diselenggarakan dengan tujuan membangun kesadaran para pihak mengenai pentingnya melindungi anak dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk. Selain itu, anak juga diberikan ruang partisipasi untuk merumuskan kebijakan perlindungan terbaik bagi diri mereka yang dapat diupayakan oleh Pemerintah.

  1. Pengelolaan Database

ILO/IPEC memiliki database yang dapat dikelola secara rutin untuk menunjukkan kepada khalayak perkembangan program dan kemajuan yang dicapai. Melalui pengelolaan database, sistem monitoring akan semakin efektif.

  1. Peningkatan Kelembagaan

Pelatihan mengenai DME (Design, Management, and Evaluation) dilakukan untuk mendapatkan partisipasi dan meningkatkan kapasitas calon mitra yang ingin berkomitmen bersama memberantas masalah pekerja anak khususnya di jermal.

  1. Program Perlindungan Sosial dan Mitra Kerja

Program perlindungan sosial diberikan kepada mantan pekerja anak, saudara kandung maupun teman-teman mereka yang berpotensi terjebak dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya. Salah satu bentuk perlindungan ini dengan memberikan fasilitas untuk membudidayakan ternak maupun sayur-sayuran, pelatihan soft skills sesuai bakat anak maupun pemberian kredit mikro.

  1. Kampanye Radio dan Perhatian Media Massa

Berbagai media mulai dari radio, televisi hingga jejaring sosial dimanfaatkan untuk menyebarluaskan keprihatinan sekaligus mengajak masyarakat berkomitmen bersama dalam menghapuskan pekerja anak yang ada di Indonesia.

Fenomena pekerja anak khususnya mereka yang mengadu hidup di jermal merupakan permasalahan yang kompleks. Oleh karena itu, solusi penghapusan pekerja anak perlu dilakukan dalam proses yang berkesinambungan, komitmen yang kuat di antara para pihak serta pemahaman yang komprehensif mengenai isu pekerja anak itu sendiri. Sudah waktunya, anak-anak di jermal kembali ke pangkuan ayah ibu mereka, mengenyam bangku sekolah, bermain dengan kawan sebayanya, dan tumbuh secara sehat baik dari segi fisik maupun psikologis. Anak dan keluarga harus menjalin sinergi yang positif dengan Pemerintah Provinsi Sumut dan ILO untuk terus berupaya membebaskan para pekerja anak dari belenggu jermal. Jangan biarkan anak-anak kita mengadu nasib, membanting tulang, dan kehilangan masa depan mereka. Jermal bukan rumah mereka.

Daftar Pustaka

 

Website

Awas! 1,7 Juta Anak Jadi Pekerja di Bawah Umur di Indonesiahttp://news.analisadaily.com/read/awas-17-juta-anak-jadi-pekerja-di-bawah-umur-di-indonesia/153798/2015/07/23. Diakses pada tanggal 8 Mei 2016.

Konvensi Hak-Hak Anak. http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_ version.pdf. Diakses pada tanggal 8 Mei 2016.
Organisasi Perburuhan Internasional. Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak Indonesia. Proyek IPEC di Sektor Perikanan-Medan. http://fisipku.tripod.com/ipec/tbpshorei.htm. Diakses pada tanggal 8 Mei 2016.
Ribuan Anak Pekerja Jermal Diselamatkan. http://news.liputan6.com/read/52975/ribuan-anak-pekerja-jermal-diselamatka. Diakses pada tanggal 10 Mei 2016.
Wahyuni, Tri. Indonesia dalam Status Darurat Kekerasan Anak. http://www.cnnindonesia.com/nasional/ 20141214171138-20-18036/indonesia-dalam-status-darurat-kekerasan-anak/. Diakses pada tanggal 10 Mei 2016.
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Teburuk bagi Anak. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 1979, No. 32. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Lembaran Negara RI Tahun 1997. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara RI Tahun 1999, No. 165. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Lembaran Negara RI Tahun 2002, No. 109. Sekretariat Negara. Jakarta.

[1] Analisa, “Awas! 1,7 Juta Anak Jadi Pekerja di Bawah Umur di Indonesia”, http://news.analisadaily.com/read/awas-17-juta-anak-jadi-pekerja-di-bawah-umur-di-indonesia/153798/2015/07/23, diakses pada tanggal 8 Mei 2016.

[2] Organisasi Perburuhan Internasional, Program Internasional Penghapusan Pekerja Anak Indonesia, “Proyek IPEC di Sektor Perikanan-Medan”, http://fisipku.tripod.com/ipec/tbpshorei.htm, diakses pada tanggal 8 Mei 2016.

[3] “Konvensi Hak-Hak Anak”, http://www.unicef.org/magic/media/documents/CRC_bahasa_indonesia_ version.pdf, diakses pada tanggal 8 Mei 2016.

[4] Keputusan Presiden, Keputusan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Teburuk bagi Anak, Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002.

[5] Indonesia, Undang-Undang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun 1999, LN No. 165, TLN No. 3886

[6] Indonesia, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, UU No. 4 Tahun 1979, LN No. 32, TLN No. 3143

[7] Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun 2002, LN No. 109, TLN No. 4235

[8] Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No. 25 Tahun 1997, LN No. 73, TLN No. 3702

[9] Tri Wahyuni, “Indonesia dalam Status Darurat Kekerasan Anak”, http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141214171138-20-18036/indonesia-dalam-status-darurat-kekerasan-anak/, diakses pada tanggal 10 Mei 2016.

[10] “Ribuan Anak Pekerja Jermal Diselamatkan”, http://news.liputan6.com/read/52975/ribuan-anak-pekerja-jermal-diselamatkan, diakses pada tanggal 10 Mei 2016.

Leave a Reply