Retret Kabinet Merah Putih di Magelang Gunakan Dana Pribadi Prabowo: Apa Saja Risiko yang Ditimbulkan?

Oleh Linette Azura Kang dan Putri Allysa Ananta
Staf Magang Bidang Jurnalistik LK2 FHUI 2024

Pelaksanaan Retret Kabinet Merah Putih yang Menimbulkan Risiko

Pada tanggal 24 Oktober 2024 hingga 28 Oktober 2024, telah dilaksanakannya Retret Kabinet Merah Putih yang merupakan program kerja Presiden Prabowo Subianto di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah. Kegiatan ini diikuti oleh jajaran menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih, serta kepala badan, staf khusus, dan utusan khusus. Prabowo menjelaskan bahwa retret di Akademi Militer Magelang ini menggunakan ‘the military way‘—sebuah pendekatan yang mengedepankan disiplin ketat dan kesetiaan yang mendalam, bukanlah kepada dirinya pribadi, melainkan kepada bangsa dan negara Indonesia.

Tak lama setelah pelaksanaannya, retret ini segera mencuri perhatian publik setelah terungkap bahwa pendanaannya berasal dari kantong pribadi Presiden Prabowo alih-alih kas negara sebagaimana umumnya. Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, berupaya membela keputusan tersebut dengan menjelaskan bahwa Retret Kabinet Merah Putih merupakan agenda yang telah dirancang Prabowo jauh sebelum Ketua Umum Partai Gerindra itu resmi menyandang gelar sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia. Menurut Hasan, fakta ini menutup kemungkinan adanya dukungan pembiayaan dari Kementerian Pertahanan, mengingat kegiatan ini bukan bagian dari program yang dipelopori oleh kementerian tersebut. Di sisi lain, Prabowo juga tidak mungkin mengakses pembiayaan dari Sekretariat Negara, karena pada saat itu beliau belum dilantik sebagai Presiden. Meski demikian, langkah ini tak luput dari permasalahan, terutama terkait potensi pelanggaran aturan hukum yang berlaku, serta terkikisnya prinsip keterbukaan yang seharusnya dijaga dalam pelaksanaan tugas pemerintahan. 

Terlebih dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara sudah diatur mengenai penggunaan dana untuk kegiatan kenegaraan. Ditambah lagi, penggunaan dana pribadi mengakibatkan tidak adanya mekanisme resmi anggaran negara, sehingga menyulitkan proses pengawasan dan audit terhadap pelaksanaannya. Hal ini membuka peluang terjadinya penyimpangan—baik yang disengaja maupun tidak—yang pada akhirnya dapat menimbulkan kecurigaan di kalangan publik. Tindakan tersebut juga jelas bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang seharusnya mengutamakan keterbukaan di setiap lini.

Kegiatan Pribadi atau Agenda Pemerintahan?

Tindakan Prabowo telah mengaburkan batas antara kegiatan pribadi dan agenda pemerintahan. Menurut Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Achmad Hanif Imaduddin, kedua aspek tersebut harus dipisahkan dengan tegas, tidak boleh dicampur adukkan. Penggunaan uang pribadi untuk kegiatan yang berkaitan dengan negara, menurutnya, tidak boleh dibenarkan karena dapat membiaskan batas antara urusan pribadi dan kepentingan pemerintahan atau  negara.

Kenyataannya, retret yang dilakukan Prabowo termasuk dalam kategori kegiatan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat 1 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa:

Keuangan negara meliputi hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan fungsi pemerintahan.”

Undang-undang ini menegaskan bahwa keuangan negara mencakup segala penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan. Kasus ini secara jelas mengemukakan keterlibatan beberapa lembaga negara dalam merealisasikan retret yang telah dipersiapkan oleh Prabowo. Pertama, TNI turut berperan dalam menyediakan layanan transportasi termasuk penggunaan pesawat militer (TNI AU) dan pesawat Hercules untuk perjalanan antara Jakarta dan Yogyakarta. Kedua, retret ini jelas melibatkan pejabat publik berperingkat tinggi, termasuk menteri, wakil menteri, dan kepala lembaga, yang semuanya memegang peranan penting dalam struktur pemerintahan negara. Terakhir, seluruh rangkaian kegiatan ini diselenggarakan di Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah: sebuah fasilitas milik negara yang umumnya juga diperuntukkan kepentingan negara, khsusnya dalam pelatihan militer. 

Keterlibatan sejumlah lembaga negara ini secara jelas menegaskan bahwa retret tersebut tak bisa lagi dianggap sebagai acara pribadi semata, mengingat adanya penerimaan dan penegluaran dari kantong-kantong lembaga negara. Sejalan dengan doktrin yang disampaikan oleh Imaduddin, penggunaan dana pribadi untuk membiayai kegiatan yang jelas merupakan agenda pemerintahan sangat tidak disarankan bagi Prabowo. Pendapat ini semakin diperkuat oleh Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, yang berargumen bahwa pembiayaan retret yang bersumber dari dana pribadi justru menimbulkan problematika berat karena melibatkan berbagai elemen negara, dan pada akhirnya mengaburkan batas antara urusan pribadi Presiden Prabowo dan kepentingan pemerintahan.

Dari Sisi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Penggunaan uang pribadi untuk kegiatan yang notabenenya merupakan bagian dari kegiatan kenegaraan, dalam hal ini yaitu pembekalan Kabinet Merah Putih, juga akan rentan konflik kepentingan. Dalam Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) hal ini dapat dimasukkan ke dalam asas keterbukaan dan asas kemanfaatan. Dari sisi keterbukaan dan kemanfaatan, pendanaan kegiatan retret yang bersumber dari dana pribadi juga akan menimbulkan kesulitan dalam memastikan apakah proses kegiatan tersebut dapat dipantau secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan manfaatnya kepada publik. 

Dalam upaya mewujudkan pengelolaan negara yang bersih dan terbuka, Prof. Dr. Mardiasmo, seorang ekonom terkemuka Indonesia, menekankan pentingnya sejumlah prinsip dasar dalam pengelolaan anggaran sektor publik. Pertama, prinsip otorisasi anggaran, yang mengharuskan persetujuan legislatif sebelum eksekutif dapat membelanjakan dana, menegaskan juga peran wakil rakyat sebagai pengawas kebijakan eksekutif. Kedua, prinsip non-discretionary appropriation, yang menekankan bahwa alokasi dana harus dilakukan secara ekonomis, efektif, dan efisien, sesuai aturan yang berlaku, tanpa kebebasan berlebihan dalam penggunaannya. Ketiga, prinsip kejelasan, yang mengharuskan anggaran disusun secara rinci namun mudah dipahami oleh publik. Keempat, prinsip keterbukaan, yang mewajibkan anggaran dipublikasikan dan dapat diakses masyarakat luas, sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang memastikan bahwa informasi terkait pengelolaan badan publik dapat diakses oleh semua kalangan masyarkat.

UU KIP ini sangat terkait erat dengan prinsip keempat Good Governance: keterbukaan, karena memberi landasan hukum untuk memastikan bahwa proses pengelolaan keuangan negara dilakukan dengan penuh tanggung jawab, sehinga memungkiri adanya ruang untuk penyelewengan. Semua pengelolaan badan publik, yang sebagian atau seluruhnya didanai oleh anggaran publik, wajib dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Oleh karena itu, muncul kewajiban untuk menyampaikan informasi tersebut secara terbuka. Hal ini juga diatur dalam Pasal 9 UU KIP, yang menegaskan bahwa setiap badan publik wajib mengumumkan informasi publik secara berkala dan menyajikannya secara rinci, jelas, serta mudah diakses oleh publik dalam bahasa yang mudah dipahami. Pada ayat (2) pasal tersebut, dijelaskan bahwa salah satu informasi yang sangat wajib diumumkan adalah laporan keuangan, yang mencakupi rincian mengenai anggaran negara, penerimaan, dan pengeluaran. Dengan adanya peraturan ini, pemerintah secara tegas dipertanggungjawabkan untuk mengutamakan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara yang mendasari pelaksanaan tugas-tugas mereka. 

Pengelolaan dana off-budget atau non-budgeter, sebagaimana yang dilakukan oleh Prabowo, jelas melanggar ketentuan hukum yang berlaku, baik dalam UU KIP maupun dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 3 Ayat (4) yang menyatakan bahwa:

Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.”

 Artinya bahwa, pejabat dan aparatur negara dilarang mengelola dana di luar anggaran resmi. Seluruh anggaran, baik pendapatan, pengeluaran, penerimaan, maupun pembiayaan, harus tercatat dalam APBN atau APBD dan dapat dipertanggungjawabkan kepada parlemen pada akhir tahun anggaran. Aturan tersebut dihadirkan untuk mewujudkan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara. Proses pencatatan anggaran dalam APBN memastikan bahwa alokasi dan penggunaan sumber daya negara pdilakukan secara efektif dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan mengandalkan dana pribadi, Prabowo mengabaikan proses ini, yang berarti, baik sengaja maupun tidak, beliau menghindari mekanisme akuntabilitas hukum dan keuangan yang seharusnya diterapkan. Meskipun penggunaan dana non-budgeter oleh Prabowo mungkin bertujuan baik, hal tersebut tetap melanggar ketentuan yang berlaku. 

Tanpa melalui mekanisme pembiayaan resmi yang mengikuti aturan anggaran negara, kegiatan ini berpotensi luput dari pengawasan karena dilakukan dengan menggunakan dana pribadi yang tidak dapat dilakukan pertanggungjawaban secara resmi. Retret dalam konteks ini merupakan kegiatan resmi yang dilakukan Presiden bersama dengan segenap jajarannya. 

Risiko yang Ditimbulkan

Di atas kertas, mungkin tindakan Prabowo tampak berniat baik, tetapi secara administratif dapat menimbulkan kekaburan antara tanggung jawab negara dan kontribusi pribadi. Menggali lebih lanjut pandangan anggota DPR RI, Yulius Setiarto, keterlibatan pihak eksternal dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa ada agenda tersembunyi atau bahwa kebijakan-kebijakan kenegaraan kedepannya bisa dipengaruhi oleh pihak yang memberikan bantuan finansial. Maka, dalam prinsip good governance, setiap bentuk bantuan dari pihak di luar pemerintah harus diatur dengan ketat agar tidak mengganggu independensi dan objektivitas, serta integritas, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas negara. 

Oleh karena itu, penggunaan uang pribadi untuk kegiatan kenegaraan, perlu ditelaah lagi apakah boleh atau tidaknya, terutama terkait dengan prosedur yang sudah diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Jika memang murni kegiatan negara, seharusnya kegiatan retret memang dibiayai APBN sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara. Selanjutnya, UU KIP juga semestinya diperhatikan untuk menunjang prinsip good governance yang berhubungan dengan prinsip keterbukaan. 

Aktivitas retret yang dilakukan Prabowo dapat mengikis kepercayaan masyarakat pada institusi publik jika tidak dikelola dengan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan mengedepankan kepentingan negara. Dengan menjaga asas kepatutan dan transparansi, pemerintah tidak hanya menghindari potensi kritik publik, tetapi juga menunjukkan empati terhadap kondisi masyarakat yang lebih luas. Terlebih dalam pidato perdananya, Prabowo juga sempat menekankan pentingnya penghematan anggaran sebagai salah satu komitmen pemerintahannya.