Pembongkaran kasus Transaksi Pencucian Uang: Adakah Potensi Jerat Pidana Bagi Mahfud MD?

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (“DPR RI”) telah menggelar rapat di Kompleks Parlemen Senayan yang dihadiri oleh Mahfud MD, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (“Menko Polhukam”), untuk membahas polemik transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan Republik Indonesia (“Kemenkeu RI”) pada Rabu (29/3/2023). Dalam rapat tersebut, Mahfud MD membeberkan sebuah temuan mengejutkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (“PPATK”) yang berupa daftar transaksi janggal di lingkup Kemenkeu RI senilai Rp 349 triliun. Arteria Dahlan, Anggota Komisi III DPR RI, sempat terlibat cekcok dengan Mahfud MD terkait  keterangan laporan transaksi janggal tersebut. Pasalnya, menurut Arteria, keterangan yang disampaikan oleh Mahfud MD menyalahi ketentuan kewajiban merahasiakan dokumen TPPU yang sudah diatur di dalam Pasal 11 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU No. 8 Tahun 2010”).  Adapun Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang memperoleh dokumen dalam rangka melaksanakan tugasnya, wajib merahasiakan dokumen tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban yang sudah diatur dalam undang-undang ini.

Menurut Azmi Syahputra, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, keterangan yang diberikan Mahfud MD mengenai transaksi 394 triliun merupakan tanggung jawab yuridisnya sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Lebih lanjut, kedudukan Menko Polhukam sebagai ketua dalam Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU ditunjuk berdasarkan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2016 tentang perubahan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012. Berangkat dari penjelasan Azmi Syahputra, Mahfud MD dalam hal ini seharusnya masuk ke dalam pengecualian karena tindakannya tergolong sebagai upaya memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal tersebut.

Selain dari aspek pemenuhan kewajiban dalam bertugas, Mahfud MD bersikukuh bahwa larangan yang dimaksud oleh Pasal 11 UU No. 8 Tahun 2010 adalah pengungkapan mengenai identitas perorangan, nama perusahaan, dan nomor akun pihak yang terlibat dalam TPPU. Menurutnya, selama apa yang disampaikan hanyalah berupa nominal agregat perputaran uang,  maka tindakan tersebut tidak melanggar ketentuan UU No. 8 Tahun 2010. Adapun dalam keterangannya, Mahfud MD memang hanya menyebutkan bahwa terdapat 3 klasifikasi transaksi mencurigakan yang telah ditemukan oleh pihak PPATK dengan total nominal transaksi sebesar Rp 349 triliun.

Sebagai upaya menengahi polemik ini, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman, telah mendatangi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia untuk membuat laporan terhadap Mahfud MD selaku Menko Polhukam, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan, serta Ivan Yustiavandana selaku Ketua PPATK saat ini. Laporan tersebut dibuat untuk melakukan verifikasi atas kebenaran tuduhan dari sejumlah anggota Komisi III DPR RI atas dugaan tindak pidana membuka rahasia data PPATK. Lebih lanjut, Boyamin Saiman berharap laporan yang dia buat dapat meredam perdebatan antara pihak DPR RI dan pemerintah. Dengan begitu, pihak DPR RI dan pemerintah diharapkan dapat bekerja sama dalam rangka menangani kasus pencucian uang Kemenkeu RI mengingat kasus pencucian uang tersebut memiliki kompleksitas tersendiri sehingga dibutuhkan keselarasan untuk membuka tabir kasus tersebut.

PenulisAgdelia Meiva dan Rizki A