HGU di IKN Hampir 2 Abad: Kepentingan Rakyat atau Investor?

Oleh : Jacenia Yolanda Kylie dan Muhammad Nasywan Azizullah

Staf Bidang Jurnalistik LK2 FHUI 

Dalam rangka membangun ibu kota baru, Ibu Kota Nusantara (IKN) mengalami tantangan besar dalam menarik minat investor. Investor cenderung tidak tertarik berinvestasi di IKN jika pemerintah belum membangun infrastruktur dasar terlebih dahulu. Infrastruktur dasar diperlukan untuk masyarakat dapat mengahabitasi daerah IKN. Para investor memerlukan jaminan bahwa akan ada penduduk yang menjadi pengguna infrastruktur hasil investasi mereka. Dengan populasi yang masih sangat sedikit, migrasi besar-besaran dari daerah lain memerlukan waktu yang cukup panjang. Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Bambang Susanto, memproyeksikan pada tahun 2045 jumlah penduduk IKN akan mencapai 1,9 juta jiwa. Sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan dan menarik investasi, pemerintah menawarkan. Hak Guna Usaha (HGU)  mencapai 190 tahun atau hampir 2 abad. Hal ini tentu menuai pro dan kontra, apakah hal ini akan menjadi langkah baru bagi kemajuan IKN atau justru akan merugikan masyarakat?

 

Penjelasan mengenai HGU dan HGU pada UUPA

Ketentuan mengenai pemberian HGU di IKN menjadi unik karena berbeda dengan UU terdahulu yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA). Menurut UUPA Pasal 28, hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Pada Pasal 29 UUPA disebutkan bahwa hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu 25 tahun sebagai bentuk dari reforma agraria, sedangkan untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun. Namun, jika pemegang hak tersebut memerlukan waktu yang lebih lama, pemegang hak dapat mengajukan perpanjangan waktu paling lama 25 tahun. UUPA merupakan pelaksanaan dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dibentuk dengan tujuan menjadi payung hukum agraria nasional. 

 

Ketentuan mengenai HGU pada UU IKN

Namun, pemerintah sepertinya menghiraukan peraturan terdahulu dalam regulasi-regulasi IKN. Hal ini terbukti pada Perpres Nomor 62 Tahun 2022, dimana OIKN bertanggung jawab atas perolehan dan pengelolaan tanah di IKN, termasuk pengikatan perjanjian hak atas tanah dan persetujuan pengalihan hak. Yang menjadi pembeda signifikan adalah pada UU IKN dan PP Nomor 29 Tahun 2024 diatur bahwa OIKN dapat memberikan Hak Guna Usaha (HGU) dengan jangka waktu satu siklus hingga 95 tahun, yang dapat diperpanjang untuk siklus kedua setelah evaluasi. Evaluasi meliputi pemanfaatan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang, pemenuhan syarat oleh pemegang hak, dan tidak adanya indikasi tanah terlantar. Dengan evaluasi yang memenuhi syarat, total jangka waktu HGU bisa mencapai 190 tahun. Pemberian HGU selama 190 tahun kepada investor di Ibu Kota Nusantara (IKN) menimbulkan kontroversi

 

Lalu, apa sebenarnya yang mendasari pemerintah membuat peraturan ini? Menurut keterangan Presiden Joko Widodo, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya akan digunakan untuk membangun area inti IKN, sementara daerah di luar area inti diharapkan dapat didanai oleh investor domestik maupun internasional. Dengan demikian, pemberian HGU dengan jangka waktu yang panjang merupakan strategi pemerintah untuk meningkatkan minat investor di IKN. Jokowi berharap agar OIKN dapat memanfaatkan kewenangannya sesuai UU secara optimal untuk menarik sebanyak mungkin investor.   Selanjutnya, regulasi ini juga didukung dengan adanya Pasal 9 Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 11 Juli 2024. Pada pasal ini diuraikan kembali secara spesifik terkait jangka waktu HGU yang dapat diberikan.  Perpres ini bertujuan untuk memberikan insentif dan kemudahan perizinan bagi investor, dan mendukung UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN. 

Angka investasi cenderung akan rendah apabila masih sedikit penduduk maupun infrastruktur dasar yang ada di IKN. Keseriusan pemerintah dalam transformasi dan migrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) serta masyarakat sipil merupakan faktor kunci bagi pelaku bisnis. Investor biasanya mencari keuntungan jangka panjang, dan proses pemindahan serta transisi dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) memerlukan waktu yang cukup lama. Maka, pemberian HGU dengan jangka waktu yang sangat panjang ini dianggap sebagai solusi bagi permasalahan ini.

 

Hal ini selaras dengan pendapat Profesor ekonomi di Universitas Airlangga (Unair), Rossanto Dwi Handoyo menyampaikan bahwa keseriusan pemerintah dalam transformasi dan migrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun masyarakat sipil menjadi faktor yang krusial bagi para pebisnis. Hal ini dikarenakan investor cenderung mencari keuntungan jangka panjang. Sementara itu, proses pemindahan, migrasi, dan transisi dari Ibu Kota Jakarta menuju IKN memerlukan jangka waktu yang tidak sebentar.

Implikasi pemberian HGU yang tidak wajar  di IKN

Pemberian HGU hampir dua abad, tentu akan memperburuk konflik agraria dan monopoli tanah yang ada di Kalimantan Timur. Dengan diberikannya HGU selama 190 tahun akan menyebabkan masyarakat kehilangan aksesnya terhadap sumber daya alam di wilayahnya. Padahal bagi sebagian besar masyarakat, tanah merupakan hal yang vital bagi hidup mereka karena mayoritas dari sumber penghidupan mereka berasal dari tanah. Menurut Roni Septian Kepala Advokasi Kebijakan KPA, kebijakan pemberian HGU pada PP dan Perpres tersebut akan makin terpinggirkannya masyarakat adat serta memperburuk ketimpangan penguasaan lahan. Walaupun, sejatinya, salah satu tujuan dari dibentuknya UUPA adalah untuk melakukan pembatasan terkait penguasaan tanah agar tidak terjadi penindasan karena kekayaan alam yang terakumulasi pada orang atau kelompok tertentu. 

Selain memperburuk konflik agraria dan monopoli tanah, pemberian konsesi di HPL Otorita IKN merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi, karena pemberian HGU dalam jangka waktu sangat lama tidak sejalan dengan “kemakmuran rakyat” pada Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Selain itu, sahnya PP dan Perpres tersebut merupakan bukti dari amnesia sejarah oleh pemerintah terhadap kelamnya sejarah agraria Indonesia dengan diterapkannya peraturan Agrarische Wet 1870. Sebelumnya, Indonesia menggunakan Agrarische Wet 1870 sebagai dasar hukum agraria nasional, yang memungkinkan pemberian konsesi tanah selama 75 tahun. Peraturan tersebut berdampak buruk bagi masyarakat dengan terjadinya perampasan tanah serta pemiskinan masyarakat di sekitar wilayah konsesi.  Lebih daripada itu, pemberian HGU selama 190 tahun pada PP dan Perpres tersebut bertentangan dengan peraturan yang memiliki hierarki lebih tinggi, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), sehingga berpotensi menimbulkan tumpang tindihnya peraturan agraria di IKN serta mengurangi minat investor akibat ketidakpastian hukum.

 

Kesimpulan

Pembangunan IKN menuai pro kontra yang timbul di masyarakat, mulai dari urgensi pembangunan IKN, kebijakan yang diambil oleh pemerintah, dan sebagainya. Salah satu kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah adalah pemberian Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 tahun dengan dibukanya kesempatan untuk melakukan perpanjangan dengan waktu yang sama. Kebijakan tersebut diambil untuk menarik minat investor untuk berinvestasi dalam proses pembangunan IKN. Namun, pemberian HGU dengan waktu yang tidak wajar dinilai sebagai kebijakan yang dibuat secara serampangan dengan tidak memerhatikan hak masyarakat. Selain itu, peraturan mengenai jangka waktu pemberian HGU pada PP Nomor 29 Tahun 2024 dan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 sejatinya bertentangan dengan peraturan di atasnya yakni UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang berdampak pada tumpang tindihnya peraturan agraria di IKN. Maka, perlu dievaluasi kembali kebijakan mengenai pemberian HGU di IKN apakah sudah berorientasi pada kesejahteraan masyarakat serta dengan kebijakan yang diambil justru menimbulkan ketidakpastian hukum dengan tumpang tindihnya peraturan.