KETAHANAN PANGAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

Ketahanan Pangan Indonesia dalam

Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Oleh: R Kemala Nababan (FHUI 2012)

 

Penerapan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 kini sudah di depan mata. Untuk itu perlu direfleksikan kembali kesiapan masyarakat Indonesia untuk menghadapi berbagai perubahan yang timbul akibat diterapkannya kesepakatan ekonomi negara-negara ASEAN tersebut. Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian lebih dan perlu dituntaskan segera adalah ketahanan pangan Indonesia.

Masalah ini menjadi penting karena pangan akan menentukan sumber daya manusia dan masalah turunannya yang menjadi tantangan Indonesia menghadapi AEC 2015. Di samping itu, Indonesia yang diberkahi dengan lahan yang subur bagi pertanian dan kaya akan sumber daya alam diharapkan tidak lagi sibuk dengan perjuangan untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik. Yang sebenarnya diharapkan adalah kita mampu mengandalkan komoditas pertanian sebagai primadona dalam perdagangan regional, yakni di AEC ini.

Namun kenyataan yang terjadi sungguh berbanding terbalik. Berbagai masalah muncul dan menghambat ketahanan pangan Indonesia. Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI, Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS ada tiga masalah utama yang mengancam ketahanan pangan nasional. Pertama, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan tingginya kebutuhan persediaan pangan untuk dipenuhi. Kedua, pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim, dan yang ketiga adalah adanya persaingan pangan untuk konsumsi dan bioenergi.

Dampak yang paling terasa dari ketahanan pangan yang belum terwujud ini adalah Indonesia  terpaksa  mengimpor produk pangan sejak 2007, terutama beras dalam jumlah besar sehingga banyak kalangan kuatir akan  terjadinya  krisis  pangan  yang  lebih  dalam. Bahkan ada  yang  meramalkan  Indonesia  diprediksi  akan  mengalami  krisis  pangan  pada  tahun 2017  dengan  mengacu  dari  sejumlah  kasus,  seperti  kelangkaan  kedelai  pada  awal  2008  dan sekarang ini atau impor beras, gula, dan  komoditas pangan lain (daging sapi). Kondisi  ini  menunjukkan  bahwa  upaya  ketahanan  pangan  masih  terfokus  pada ketersediaan  dan  konsumsi,  dan  belum  berorientasi  pada  sisi  produksi,  kemandirian  dan kedaulatan  pangan.  Ketersediaan  pangan  seharusnya  lebih  berorientasi  pada  peningkatan kapasitas  produksi  dalam  negeri,  baru  kemudian  distribusi/aksesibilitas dan  konsumsi.  Dengan demikian, maka ketergantungan pada produk luar dapat dieliminasi, kemandirian dan kedaulatan pangan dapat diwujudkan.

Untuk menghadapi berbagai kekuatiran dan tantangan ini, tentunya salah satu pihak yang paling diharapkan adalah pemerintah melalui kewenangannya dalam membuat kebijakan. Pemerintah harus segera mempersiapkan diri untuk menghadapi pasar liberal komoditas pangan, di antaranya dengan menyiapkan hambatan nontarif seperti Standar Nasional Indonesia, pembatasan  pintu masuk impor, serta persyaratan terkait penyakit. Dengan demikian, komoditas pangan yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat benar-benar berkualitas dan aman.

Menghadapi  pasar  global  ASEAN,  perlu  disiapkan  komoditi  pertanian  yang  menjadi andalan  dalam  perdagangan  regional.  Kita  harus  memilah  dari  sekian  banyak  produk  dan komoditi  pertanian  tersebut  yang  memiliki  nilai  ekonomi  tinggi.  Selain  itu,  kita  juga  harus menyiapkan  produk  pertanian  andalan  yang  mampu  bertahan  dalam  pasar  domestik,  dan  juga produk  yang  mampu  menyerang  di  pasar  regional  dan  global.  Selain  itu  pembangunan  jangka menengah  yaitu  bersama  –  sama  memberikan  penguatan  kelembagaan  dan  usaha  pada  sektor input  maupun  produksi  dalam  skala  sedang,  sedangkan  untuk  skala  kecil  perlu  diperbaiki kelembagaan dan organisasi skala kecil sehingga mampu memberikan efisiensi ekonomi dalam produksinya. Dengan demikian, Indonesia diharapkan tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, tetapi juga mampu menghadapi tantangan AEC dengan mengandalkan sektor pertanian.